BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-qur’an adalah kamullah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril sebagai suatu mu’jizat yang paling agung.
Bahwasanya Allah yang maha agung serta mulia mempunyai para ahli dari golongan
manusia. Dikatakan “siapakah mereka ya Rasulallah?” Rasulullah SAW. Bersabda:
ahlu al-Qur’an, mereka adalah ahlullah yang telah dikhususkan dan telah
diistimewakan uleah Allah.
Allah SWT. Tidak akan menerima suatu amal perbuatan
kecuali perbuatan itu dilakukan dengan ikhlas, tulus serta benar maksud
ketulusan atau kemurniannya suatu perbuatan itu sendiriadalah sesuatu yang
dituntut untuk dilakukan semata pada Allah SWT sedangkan kebanaran suatu
perbuatan yakni sesuai dengan dasar-dasar tujuan syar’I
Oleh karena itu bagi pembaca al-Qur’an hendaknya melakukan
serta menyiapkan suatu yang berhubungan dengan adab-adab ketika membaca
al-Qur’an, karena selain kita mengetahui cara-cara atau metode membaca
al-Qur’an dengan baik dan benar, belajar ilmu tajwid, kita harus belajar dan
mengetahui belajar dan mengatahui adab(tata krama) ketika membaca al-Qur’an
B. Rumusan Masalah
1.
Adab-adab
ketika membaca Al-Qur'an
2.
Perbedaan pendapat tentang mengeraskan
suara dan melirihkan suara ketika membaca Al-Qur'an
3.
Perbandingan antara membaca dari
mushaf dan membaca dari hafalan
4.
Hal-hal yang dilarang dan dimakruhkan
ketika membaca Al-Qur'an
5.
Perselisihan Ulama' tentang lebih
utama manakah membaca sedikit dengan tartil atau membaca cepat dan banyak tanpa
tartil
C. Tujuan
Semoga dengan terselesainya makalah ini dapat membarikan
manfaat, menambah wawasan dan pengetahuan semua khususnya teman-teman PBA
faculty
D. Manfaat
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
pengetahuan kita tentang al-Qur’an, selain kita mengetahui metode membaca
al-Qur’an kita juga dapat mengetahui adab-adab (tata krama) dalam membaca
al-Qur’an
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Adab-adab
ketik membaca al-Qur’an diantaranya
1.disunahkan untuk berwudlu dalam membaca al-Qur’an karena
itu adalah dzikir yang paling utama. Rasulullah saw membenci jika ada orang
yang berdzikir epada Allah kecuali dalam keadaan suci. Seperti yang telah
ditetapkan dalam hadis
2. disunahkan membaca ditempat yang bersih lebih utamanya
dimasjid, dan ada sekelompok ulama yang memakruhkan membaca al-qur’an dikamar
mandi dan dijalanan
3. disunahkan untuk duduk sambil menghadap kiblat dengan
khusuk, tenang dan menunudukkan kepala الجي
4. disunahakan untuk bersiwak sebagai bentuk pengagungan
dan pensucian.Ibnu
Majah telah meriwayatkan dari Ali secara maukuf dan al-Bazar dengan sanad yang
baik secara merfuk. “sesungguhnya mulut-mulut kalian itu adalah jalan bagi
al-Qur’an, maka bersihkanlah dengan siwak”.
5. disunahkan untuk membaca tauwud sebelum membaca
al-Qur’an. Seperti firmanb Allah………………………….. yan
artinya “jika kamu membaca al-Qur’an mintalah perlindungan dari Allah dari
godaan syetan yan terkutuk”.
Beberapa pendapat tentang bacaan ta’awud
1. Imam Nawawi berkata bacaan atau sifatnya ta’awud yang
terpilih adalah
اعوذ با الله من الشيطان الرجيم dan beberapa ulama salaf menambahi denganالسميع العليم
2. menurut Humaid bin Qois اعوذ با الله القا در من الشيطان الغادر
3. dari beberapa kaum اعوذ باالله العظيم من الشيطان الرجيم
4. menururt Abi Salman اعوذ باالله القوي من الشطان الغوي
5. dari yang lainnyaالجيم ان الله هو السميع العليم اعوذ
بالله من الشيطان
6. disunahkan tertil dalam membaca al-qur’an seperti firman
Allah ورتل القران ترتيل (dan bacalah al-Qur’an dengan tartil)
7.
disunahkan
untuk membaca al-Qur’an dengan tadabbur (merenungi dan memahami). Dan ini adalah rtujuan yamng paling utama dan
perintah yang paling penting dengan demikian hati akan menjadi lapang dan
bersinar. Seperti dalam firman Allah yang artinya “kitab yang aku turunkan
kepada mereka agar mereka merenungkan ayat-ayatnya”.
8.
disunahkan untuk menangis ketika
membaca al-qur’an dan berusaha untuk menangis bagi orang yang tidak mampu
menangis, bersedih dan khusuk. Seperti firman Allah ويخرون للاذقان يبكون dalam shohih Bhukhori Muslim
ada hadis tentang bacaan Ibnu Mas’ud dari Rasulullah SAW. Dan didalamnya
disebutkan : maka tiba-tiba dari kedua matanya mengalir air mata.
Didalam Sya’b karya Baihaki dari Saad
bin Malik seca marfuk “sesungguhnya al-Qur’an itu diturunkan dengan kesedihan,
maka jika kalian membacanya maka menangislah, dan jika tidak bisa maka
berpura-puralah menangislah.
9.
disunahkan untuk menghiasi al-Qur’an
dengan suara yan bagus, karena hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan
yang liannya “hiasilah al-Qur’an itu dengan suara-suara kalian”. Dan didalam
lafadz ad-Daromi “perbaikilah al-Qur’an dengan suara-suara kalian sesungguhnya
suara yang baik itu akan menambah al-Qur’an itu menjadi baik”
al-Bazar dan yang lainnya meriwayatkan
sebuah hadis “bagusnya suara itu adalah hiasan al-Qur’an”.
Tentang hal ini ada banyak hadis yang
shahih jika suaranya tidak bagus maka dia berusaha untuk memperbaikinya
semampunya dengan menjaga agar tidak keluar dari batas(berlebih-lebihan)
Adapun membaca dengan
menyanyi-nyanyikan maka IamamSyafi’I menegaskan dalam al-Mukhtashor bahwa itu
tidak apa-apa dan dari riwayat Rabi’ al-Jaizi bahwa itui makruh.
10. disunahkan untuk membaca
al-Qur’an dengan tafhim,
berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Hakim نزل القران بالتفخيم al-Halimi berkata
“sesungguhnya maknanya al-Qur’an adalah dengan membacanya seperti suara orang
laki-laki, tidak melembutkannya seperti suara wanita. Dia berkata “tidak
termasuk kedalamn bagian ini adalah imlah yang dipilih oleh beberapa imam
qiraah. Dan boleh jadi al-Qur’an itu diturunkan dengan tafhim, kemudian setelah
itu datang ruhsoh untuk membacanya dengan imalah pada tempat-tempat yang layak
untuk dibaca dengan iamalah”.
11. disunahkan untuk mendengarkan
bacaan al-Qur’an dan meningalkan gurauan atau pembicaraan pada saat ada yang
membacanya. Allah berfirman: “jika al-Qur’an dibacakan maka dengarkanlah dan
diamlah semoga kalian diberi rahmat”.
12. disunahkan untuk
mengucapkan takbir mulai dari surat ad-Dukha sampaiakhir al-Qur’an inilah cara
membaca penduduk Makkah.
13. lebih utama adalah membaca
al-Qur’an seperti urutan dalam mushaf. Adapun membaca al-Qur’an dari akhir
keawal maka sepakat dilarang karena hal itu mengurangi beberapa kemu’jizatannya
dan menghilangkan hikamh urutan-urutannya. Adapun mencampur satu surat dengan
yang lainnya maka al-Halimi menganggap bahwa meninggalkan hal ini adalah adab.
14. disunahkan untuk melakukan
sujud ketika membaca ayat sajdah yang terdapat dalam empat belas surat: dalam
surat al-A’raf, al-Isra’, mariam dll. Adapun yang terdapat dalam surat Syad
maka dianjurkan maksudnya bukan detegaskan untuk melakukan sujud. Dan ada
sebagian ulama yang menambahkan akhir surat al-Khijr ini diriwayatkan oleh Ibnu
Faris dalam kitab Ahkamnya.
15 disunahkan untuk berrpuasa
pada hari khatam al-Qur’an ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dari beberapa
tasbi’in, dan juga disunahakan agar keluar4ga dan sahabat-sahabatnya hadir pada
waktu itu. Tabrani meriwayatkan dari Anas bahwa jika dia menghatamkan al-Qur’an
maka dia mengumpulkan keluarganya dan berdoa.
16 disunahkan untuk segera membaca doa setelah khatam al-Qur’an,
karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dan yang lainnya dari Irbadl
bin Sariah secara marfu’ : barang siapa yang menghatamkan al-Qur’an maka
baginya ada doa yang akan dikabulkan.
17 disunahkan ketika selesai
mengkhatamkan al-Qur’an untuk segara mengulangi membaca dari awal, karena ada
hadis yang diriwayatkan oleh Turmidzi dan yang lainnya: sebaik-baik amal disisi
Allah adalah yang samp[ai dan yang berangkay yaitu, yang membaca al-Qur’an dari
awalnya setelah hatam maka dia berangkat dari awal.
B. Pendapat para ulama tentang mengeraskan suara ketika
membacxa al-Qur’an
ada beberapa hadis yan memerintahkan untuk mengeraskan
suara ketika membaca al-Qur’an dan ada hadis yang memerintahkan untuk memebaca
dengan lirih
diantara yang pertama adalah hadis shahih Bukhori Muslim:
“Allah tidak mengizinkan untuk suatu hal seperti Dia mengizinkan kepada seoran
nabi yang bagus suaranya untuk menyanyikan al-Qur’an dengan suara keras”.
yang kedua adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu dawud,
Turmidzi dan Nasa’I : “orang yang membaca al-Qur’an dengan keras seperti orang
yang terang-terang dalam bersedekah, dan oran yan g membaca al-Qur’an dengan
lirih aseperti orang yang merahasiakan sedekah”.
An-Nawawi berkata : “pengumpulan dari dua hadis ini
adalah bahwa membaca al-Qur’an dengan lirih adalah lebih baik, jika ditakutkan
adanya riya, atau orang yang sedang melakukan shalat atau orang yang tidur
merasa terganggu dengan bacaan kerasnya. Dan membaca dengan suara keras adalah
lebih baik pada waktu yan lainn ya. Karna perbuatan untuk mengeraskan itu untuk
memperbanyak amal, karena faidahnya akan melimpah pada para pendengar,
membangunkan hati pembaca itu sendiri, menarik perhatiannya untuk berfikir, dan
pendengarannya kearahnya, menghilangkan rasa kantuk dan menambah semangat. Dan
pengumpulan seperti nini dikuatkan oleh sebuah hadis Abu Dawud dengan sanad
yang shahih dari Abu Sa’id: Rasulullah SAW. Beriktikaf di dalam masjid maka
beliau mendengar para sahabat membaca al-Qur’an dengan keras, maka beliauo
membuka takbir dan berkata: “ingatlah kalian bahwa semua ini sedang bermunajad
kepada tuhan kalian. Maka janganlah kalian saling menggangngu dan janganlah
saling meninggikan suara untuk membaca”.
Sebagian dari mereka berkata : disunahkan untuk membaca
dengan keras pada suatu-waktu dan membaca dengan lirih diwaktu yang lain.
Karena membaca dengan lirih itu kadang-kadang merasa bosan dan menjadi semangat
dengan suara yang keras. Dan yan membaca dengan suara yang keras itu kecapaian
dan beristirahat dengan bacaan yan lirih.
C. Perbandingan antara membaca dari mushaf dan dari hafalan
Membaca dari mushaf itu adalah lebih baik dari pada
membaca dari hafalan karena melihat dari mushaf itu adalah ibadah yang
diperintahkan. An-Nawawi berkata “demikianlah yang dikatakan oleh
sahabat-sahaba kami dan para ulama salaf dan aku tidak melihat adanya perbedaan
pendapat”. Dia berkata: jika dikatakan bahwa hal itu berbeda-beda dari orang
yant sartu dan yang lainnya maka dipilihlah membaca dari mushaf jika seorang
itu bis akhusu’ dan merenungkannya pada saat dia membaca dari mushaf dan dari
hafalannya. Dan dipilih membaca dari hafalan bagi yang lebih bisa membaca
dengan dan lebih dapat merenungkannya dari pada dia membaca dari mushaf maka
ini pendapat yang lebih baik
D. perselisihan ulama tentang lebih utama membaca sedikit
dengan tartil atau membaca dengan cepat dan banyak
Telah brbuat baik sebagian dari imam kita mereka berkata:
sesungguhnya pahala membaca al-Qur’an dengan tartil itu pahalanya lebih banyak,
pahala dan bacaanya yang banyak itu lebih banyak jumlahnya karena dalam setiap
huruf itu terkandung sepuluh kebaikan.
Didalam Burhad krya az-Zarkasi : kesempurnaan tartil
adalah dengan membaca tafhim pada lafadz-lafadznya dan membaca jelas
huruf-hurufnya agar setiap huruf tidak dimasukan kedalam huruf yang lainnya.
Ada yang mengatakan hal itu tingkat kerendahannya dan yang paling sempurna
adalah membacanya sebagaimana kedudukannya jika membaca ayat-ayat ancaman maka dia
melafdzkannya seperti iti, jika membacanya ayat pengagungan maka dia
melafadzkan seperti itu
E. Hal-hal yang dimakruhkan dan tidak diperbolehkan ketika
membaca al-Qur’an
1) tidak boleh membaca al-Qur’an dengan bahasa ‘ajam (selain
bahasaarab) secara mutlak baik dia mampu bahasa arab atau tidak, baik diwaktu
shalat atau diluar salat.
2) tidak diperbolehkan membaca al-Qur’an dengan qira’ah yang
syad. Ibnu Abdil Barr meriwayatkan ijma’ tentang hal itu tetapi Mauhub
al-Jazari membolehkan pada selain shalat, karena mengkiaskan riwayat hadis
dengan makna
3) dimakruhkan untuk menjadikan al-Qur’an itu sumber rizki
(ma’isyah) al-Ajuzi meriwayatkan sebuah hadis dari Imron bin Husain secara
marfu’ “barang siapa membaca al-Quran maka hendaklah dia minta kepada Allah dengannya.
Sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca al-Qur’an dan meminta kepada
manusia dengannya
4) dimakruhkan untuk mengatakan “aku lupa ayat ini” tetapi
aku dilupakan tentang ayat ini” karena ada hadis dari Bukhori Muslim yang
lelarang tentang hal itu
5) dimakruhkan untuk memotong bacaan untuk berbicara dengan
orang lain al-Halimi berkata : karena kalam Allah itu tidak boleh dikalahkan
oleh pembicaraan yang lainya. Ini dikuatkan oleh Imam Baihaki dengan riwayat
yang shahih: Ibnu Umar jika membaca al-Qur’an dia tidak berbicara sampai
selesai. Demikian juga makruh untuk tertawa dan malakukan perbuatan atau
memandan hal-hal yang remeh dan sia-sia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1) beberapa adab ketika membaca al-Qur’an diantaranya:
disunahkan untuk wudlu, membaca ditempat yang suci, bersiwa’, menghadap kiblat,
dll
2) perbedaaan pendapat tentang mengeraskan suara dan
melirihkan suara ketika membaca al-Qur’an, kemudiab Imam Nawawi berkata bahwa
pengumpulan kedua hadis itu bahwasanya membaca dengan lirih itu lebih baik jika
dikhawatirkan akan riya, mengganggu orang yang sedang shalat dan tidur. Adapun
membaca dengan suara keras itu juga lebih baik pada waktu yang lainnya, karena
membaca dengan keras itu banyak faidahnya seperti: memperbanyak amal, menghilangkan
rasa ngantuk, dan menambah semangat.
3) membaca dari mushaf itu lebih baik dari pada membaca dari
hafalan. Namun terdapat salah satu pendapat yabg menyatakan bahwa membaca dari
hafalan itu lebih baik dari pada membaca dari mushaf
4) perselisihan ulama tentang lebih utama maakah membaca
sediit dengan tartil ataukah membaca dengan cepat dan banyak tanpa tartil
5) hal-hal yang dilarang dan dimakruhkan ketika membaca
al-Qur’an seperti membaca dengan bahasa ‘ajam, membaca al-Qur’an sebagai sumber
rizki
B.
Hikmah
Kita dapat mengetahui adab
(tatakrama) dalam membaca al-Qur’an, dapat mengetahui keutamaan antara membaca
dari mushaf dan membaca dari hafalan selain kita mengetahui cara-cara atau
metode membaca al-Qur’an dengan baik dan benar
C.
Saran
Harapan kami selaku pemakalah,
semoga dengan terselesainya makalah ini dapat menjadikan para pembaca,
khususnya teman-teman PBA fakulty supaya dapat meningkatkan dan lebih giat lagi
dalam membaca al-Qur’an yang pastinya sesuai dengan metode, tajwid, serta
adab-adab (tatakarama dalam membaca al-Qur’an)
DAFTAR
PUSTAKA
As-Syuyuti, Imam
Jamaluddin, 2006. samudra
ulumul qur’an jilid I, Surabaya : Bina ilmu
Al-Maliki, Muhammad bin Alawi,
1986. zubdatul Ithqon,
Makkah: Darus Syuruq