Minggu, 02 Maret 2014

Pengertian Macam-Macam Hadits


BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Hadits merupakan sumber ajaran islam, disamping Al-qur’an. Dilihat dari sudut periwayatannya, jelas antara Al-qur’an dengan Al-hadits berbeda. Untuk Al-qur’an semua periwayatannya berlangsung secara mutawatir. Sedangkan periwayatan hadits sebagian berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad.
Sebagaimana Nabi SAW berkata :
تركت فيكم ما انتمسكم به لن تضلى ا من بعدي : كتاب الله وسنتي
Artinya : “Aku tringgalkan pada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang padanya, maka kalian tidak akan sesat sepeninggalanku yaitu kitabullah dan sunnatku:.
Sehingga mulai dari sinilah timbul berbagai pendapat dalam menilai kualitas hadits. Sekaligus sebagai sumber perbedaan dalam kancah ilmiah atau bahkan non-ilmiah. Akibatnya bukan kesepakatan yang didapatkan, akan tetapi sebaliknya justru perpecahan.
Walaupun demikian, untuk mengkaji secara mendalam tentang ilmu hadits, memerlukan waktun untuk konsentrasi yang tidak sedikit. Berpacuan dari pemikiran inilah penulis tergugah untuk menyusun makalah yang membahas ilmu hadits dengan harapan, baik mahasiswa ataupun masyarakat umum dengan mudah memahami ilmu hadits.
  1. Rumusan Masalah
a. apa pengertian hadits musnad?
b. Apa pengertian hadits maqthu’?
c. Apa pengertian hadits muttasil?
d. Apa pengertian hadits munqhoti’?
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Hadits Musnad
Secara lugho adalah disandarkan, sedangkan secara istilah adalah hadits yang disandarkan kepada nabi SAW. Dengan sanad yang bersambung-sambung, dari perawinya hingga nabi SAW.
Imam Al-Khatib Al-Baghdady berkata : hadits musnad adalah hadits yang sanadnya bersambung dari awal rawi hingga akhir. Istilah musnad lebih banyak digunakan untuk hadits yang dating dari nabi SAW saja, bukan untuk hadits yang datang dari selain nabi SAW. Misalnya sahabat atau tabi’in. contohnya adalah ucapan imam malik :
حدثنا نافع قال , حدثنا اببن عمر قال سمعت رسول الله صلى ا عليه وسلم يقول ...........
Nafi’ bercerita kepada kami, dia berkata “ibnu umar bercerita kepada kami, dia berkata : saya mendengar Rasulullah SAW bersabda…………………..
  1. Hadits Maqthu’
Menurut bahasa adalah isim maf’ul dari kata kerja qatha’a lawan dari kata washola (sambung) sehingga maqthu’ artinya yang diputuskan atau yang terputus, yang dipotong atau yang terpotong.
Adapun menurut istilah adalah perkataan, perbuatan atau pengakuan yang disandarkan kepada orang dari generasi tabi’in dan orang generasi sesudahnya, baik sanadnya bersambung maupun tidak.
Contoh hadits maqthu’ adalah perkatann sifyan Ats-Tsaury, seorang tabi’in yang mengatakan :
من السنة آ يصلي بعد الفطر اثنتي عشر ركعة ةبعد الأضحى ست ركعات
Artinya : “Termasuk sunnah adalah mengerjakan shalat 12 rakaat setelah shalat idul fitri, dan 6 rakaat seteleh sholat idul adha”.
  1. Hadits Muttasil
Menurut bahasa adalah isim fa’il dari kata kerja ittishala lawan kata dari inqatha’a artinya yang bersambung.
Adapun menurut istilah adalah hadits yang sanadnya bersambung kepada nabi SAW, sahabat dengan cara setiap rawi mendengar dari orang atas (Guru)nya :
Contohnya adalah ucapan Imam Malik :
سمعت نافعا، قال سمعت إبن عمر قال سمعت رسول الله صلى ا عليه وسلم يقول كذا
Artinya : “Saya mendengar dari nafi’ dia berkata : saya mendengar Ibnu Umar berkata : Saya mendengar Nabi SAW bersabda ……….”.
  1. Hadits Munqhati’
Merupakan isim fail dari kata Inqitha lawan dari kata Ittashala yang artinya hadits yang terputus.
Menurut ketetapan ahli hadits adalah satu hadits yang ditengah sanadnya gugur seorang rawi / beberapa rawi, tetapi tidak berturut-turut.
Definisi lain adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat, di satu tempat atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.
Contoh hadita munqhoti’ adalah :

BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
a) Hadits musnad adalah hadits yang disanadkan kepada nabi SAW. Dengan sanad yang bersambung-sambung dari perawinya hingga nabi SAW.
b) Hadits maqthu’ adalah perkataan, perbuatan atau pengakuan yang disandarkan kepada orang dari generasi tabi’in dan orang generasi sesudahnya, baik sanadnya bersambung maupun tidak.
c) Hadits muttashil adalah hadits yang sanadnya bersambung kepada nabi SAW atau sahabat dengan cara setiap rawi mendengar dari orang atas (gurunya).
d) Hadits munqhati’ adalah hadits satu yang ditengah sanadnya gugur seorang rawi atau beberapa rawi, tetapi tidak berturut-turut.
  1. Saran
Setelah selesainya dipaparkannya makalah ini, diharapkan para mahasiswa memahami makna Ilmu Hadits dan hal-hal yang bersangkutan dengannya, sehingga bisa mengerti dan memahami ilmu hadits yang sebenarnya, dan kami sebagai pemakalahpun tidak bosan-bosannya untuk menerima kritik dan saran dari bapak dosen.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Mashudi, HAfisz Hasan. _______. Ilmu Musthola Hadits Oleh Fadhil Said An-Nadwi. 2000. Surabaya : Al-Hidayah.
Al-Maliki, Muhammad bin Alawi. _________. Al-Manhalul Lathif Oleh Zeid Husein Al-Hamid. 2001. Pasuruan : Sinar Ilmu.
Jumantoro, Totok. 2002. Kamus Ilmu Hadits. Jakarta : Bumi Aksara.

ADAB MEMBACA AL-QUR'AN


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-qur’an adalah kamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril sebagai suatu mu’jizat yang paling agung. Bahwasanya Allah yang maha agung serta mulia mempunyai para ahli dari golongan manusia. Dikatakan “siapakah mereka ya Rasulallah?” Rasulullah SAW. Bersabda: ahlu al-Qur’an, mereka adalah ahlullah yang telah dikhususkan dan telah diistimewakan uleah Allah.
Allah SWT. Tidak akan menerima suatu amal perbuatan kecuali perbuatan itu dilakukan dengan ikhlas, tulus serta benar maksud ketulusan atau kemurniannya suatu perbuatan itu sendiriadalah sesuatu yang dituntut untuk dilakukan semata pada Allah SWT sedangkan kebanaran suatu perbuatan yakni sesuai dengan dasar-dasar tujuan syar’I
Oleh karena itu bagi pembaca al-Qur’an hendaknya melakukan serta menyiapkan suatu yang berhubungan dengan adab-adab ketika membaca al-Qur’an, karena selain kita mengetahui cara-cara atau metode membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, belajar ilmu tajwid, kita harus belajar dan mengetahui belajar dan mengatahui adab(tata krama) ketika membaca al-Qur’an
B. Rumusan Masalah
1.                   Adab-adab ketika membaca Al-Qur'an
2.                   Perbedaan pendapat tentang mengeraskan suara dan melirihkan suara ketika membaca Al-Qur'an
3.                   Perbandingan antara membaca dari mushaf dan membaca dari hafalan
4.                   Hal-hal yang dilarang dan dimakruhkan ketika membaca Al-Qur'an
5.                   Perselisihan Ulama' tentang lebih utama manakah membaca sedikit dengan tartil atau membaca cepat dan banyak tanpa tartil
C. Tujuan
Semoga dengan terselesainya makalah ini dapat membarikan manfaat, menambah wawasan dan pengetahuan semua khususnya teman-teman PBA faculty
D. Manfaat
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan kita tentang al-Qur’an, selain kita mengetahui metode membaca al-Qur’an kita juga dapat mengetahui adab-adab (tata krama) dalam membaca al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Adab-adab ketik membaca al-Qur’an diantaranya
1.disunahkan untuk berwudlu dalam membaca al-Qur’an karena itu adalah dzikir yang paling utama. Rasulullah saw membenci jika ada orang yang berdzikir epada Allah kecuali dalam keadaan suci. Seperti yang telah ditetapkan dalam hadis
2. disunahkan membaca ditempat yang bersih lebih utamanya dimasjid, dan ada sekelompok ulama yang memakruhkan membaca al-qur’an dikamar mandi dan dijalanan
3. disunahkan untuk duduk sambil menghadap kiblat dengan khusuk, tenang dan menunudukkan kepala الجي
4. disunahakan untuk bersiwak sebagai bentuk pengagungan dan pensucian.Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Ali secara maukuf dan al-Bazar dengan sanad yang baik secara merfuk. “sesungguhnya mulut-mulut kalian itu adalah jalan bagi al-Qur’an, maka bersihkanlah dengan siwak”.
5. disunahkan untuk membaca tauwud sebelum membaca al-Qur’an. Seperti firmanb Allah………………………….. yan artinya “jika kamu membaca al-Qur’an mintalah perlindungan dari Allah dari godaan syetan yan terkutuk”.
Beberapa pendapat tentang bacaan ta’awud
1. Imam Nawawi berkata bacaan atau sifatnya ta’awud yang terpilih adalah
اعوذ با الله من الشيطان الرجيم dan beberapa ulama salaf menambahi denganالسميع العليم
2. menurut Humaid bin Qois اعوذ با الله القا در من الشيطان الغادر
3. dari beberapa kaum اعوذ باالله العظيم من الشيطان الرجيم
4. menururt Abi Salman اعوذ باالله القوي من الشطان الغوي
5. dari yang lainnyaالجيم ان الله هو السميع العليم اعوذ بالله من الشيطان
6. disunahkan tertil dalam membaca al-qur’an seperti firman Allah ورتل القران ترتيل (dan bacalah al-Qur’an dengan tartil)
7.                   disunahkan untuk membaca al-Qur’an dengan tadabbur (merenungi dan memahami). Dan ini adalah rtujuan yamng paling utama dan perintah yang paling penting dengan demikian hati akan menjadi lapang dan bersinar. Seperti dalam firman Allah yang artinya “kitab yang aku turunkan kepada mereka agar mereka merenungkan ayat-ayatnya”.
8.                   disunahkan untuk menangis ketika membaca al-qur’an dan berusaha untuk menangis bagi orang yang tidak mampu menangis, bersedih dan khusuk. Seperti firman Allah ويخرون للاذقان يبكون dalam shohih Bhukhori Muslim ada hadis tentang bacaan Ibnu Mas’ud dari Rasulullah SAW. Dan didalamnya disebutkan : maka tiba-tiba dari kedua matanya mengalir air mata.
Didalam Sya’b karya Baihaki dari Saad bin Malik seca marfuk “sesungguhnya al-Qur’an itu diturunkan dengan kesedihan, maka jika kalian membacanya maka menangislah, dan jika tidak bisa maka berpura-puralah menangislah.
9.                   disunahkan untuk menghiasi al-Qur’an dengan suara yan bagus, karena hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan yang liannya “hiasilah al-Qur’an itu dengan suara-suara kalian”. Dan didalam lafadz ad-Daromi “perbaikilah al-Qur’an dengan suara-suara kalian sesungguhnya suara yang baik itu akan menambah al-Qur’an itu menjadi baik”
al-Bazar dan yang lainnya meriwayatkan sebuah hadis “bagusnya suara itu adalah hiasan al-Qur’an”.
Tentang hal ini ada banyak hadis yang shahih jika suaranya tidak bagus maka dia berusaha untuk memperbaikinya semampunya dengan menjaga agar tidak keluar dari batas(berlebih-lebihan)
Adapun membaca dengan menyanyi-nyanyikan maka IamamSyafi’I menegaskan dalam al-Mukhtashor bahwa itu tidak apa-apa dan dari riwayat Rabi’ al-Jaizi bahwa itui makruh.
10. disunahkan untuk membaca al-Qur’an dengan tafhim, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Hakim نزل القران بالتفخيم al-Halimi berkata “sesungguhnya maknanya al-Qur’an adalah dengan membacanya seperti suara orang laki-laki, tidak melembutkannya seperti suara wanita. Dia berkata “tidak termasuk kedalamn bagian ini adalah imlah yang dipilih oleh beberapa imam qiraah. Dan boleh jadi al-Qur’an itu diturunkan dengan tafhim, kemudian setelah itu datang ruhsoh untuk membacanya dengan imalah pada tempat-tempat yang layak untuk dibaca dengan iamalah”.
11. disunahkan untuk mendengarkan bacaan al-Qur’an dan meningalkan gurauan atau pembicaraan pada saat ada yang membacanya. Allah berfirman: “jika al-Qur’an dibacakan maka dengarkanlah dan diamlah semoga kalian diberi rahmat”.
12. disunahkan untuk mengucapkan takbir mulai dari surat ad-Dukha sampaiakhir al-Qur’an inilah cara membaca penduduk Makkah.
13. lebih utama adalah membaca al-Qur’an seperti urutan dalam mushaf. Adapun membaca al-Qur’an dari akhir keawal maka sepakat dilarang karena hal itu mengurangi beberapa kemu’jizatannya dan menghilangkan hikamh urutan-urutannya. Adapun mencampur satu surat dengan yang lainnya maka al-Halimi menganggap bahwa meninggalkan hal ini adalah adab.
14. disunahkan untuk melakukan sujud ketika membaca ayat sajdah yang terdapat dalam empat belas surat: dalam surat al-A’raf, al-Isra’, mariam dll. Adapun yang terdapat dalam surat Syad maka dianjurkan maksudnya bukan detegaskan untuk melakukan sujud. Dan ada sebagian ulama yang menambahkan akhir surat al-Khijr ini diriwayatkan oleh Ibnu Faris dalam kitab Ahkamnya.
15 disunahkan untuk berrpuasa pada hari khatam al-Qur’an ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dari beberapa tasbi’in, dan juga disunahakan agar keluar4ga dan sahabat-sahabatnya hadir pada waktu itu. Tabrani meriwayatkan dari Anas bahwa jika dia menghatamkan al-Qur’an maka dia mengumpulkan keluarganya dan berdoa.
16 disunahkan untuk segera membaca doa setelah khatam al-Qur’an, karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dan yang lainnya dari Irbadl bin Sariah secara marfu’ : barang siapa yang menghatamkan al-Qur’an maka baginya ada doa yang akan dikabulkan.
17 disunahkan ketika selesai mengkhatamkan al-Qur’an untuk segara mengulangi membaca dari awal, karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Turmidzi dan yang lainnya: sebaik-baik amal disisi Allah adalah yang samp[ai dan yang berangkay yaitu, yang membaca al-Qur’an dari awalnya setelah hatam maka dia berangkat dari awal.
B. Pendapat para ulama tentang mengeraskan suara ketika membacxa al-Qur’an
ada beberapa hadis yan memerintahkan untuk mengeraskan suara ketika membaca al-Qur’an dan ada hadis yang memerintahkan untuk memebaca dengan lirih
diantara yang pertama adalah hadis shahih Bukhori Muslim: “Allah tidak mengizinkan untuk suatu hal seperti Dia mengizinkan kepada seoran nabi yang bagus suaranya untuk menyanyikan al-Qur’an dengan suara keras”.
yang kedua adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu dawud, Turmidzi dan Nasa’I : “orang yang membaca al-Qur’an dengan keras seperti orang yang terang-terang dalam bersedekah, dan oran yan g membaca al-Qur’an dengan lirih aseperti orang yang merahasiakan sedekah”.
An-Nawawi berkata : “pengumpulan dari dua hadis ini adalah bahwa membaca al-Qur’an dengan lirih adalah lebih baik, jika ditakutkan adanya riya, atau orang yang sedang melakukan shalat atau orang yang tidur merasa terganggu dengan bacaan kerasnya. Dan membaca dengan suara keras adalah lebih baik pada waktu yan lainn ya. Karna perbuatan untuk mengeraskan itu untuk memperbanyak amal, karena faidahnya akan melimpah pada para pendengar, membangunkan hati pembaca itu sendiri, menarik perhatiannya untuk berfikir, dan pendengarannya kearahnya, menghilangkan rasa kantuk dan menambah semangat. Dan pengumpulan seperti nini dikuatkan oleh sebuah hadis Abu Dawud dengan sanad yang shahih dari Abu Sa’id: Rasulullah SAW. Beriktikaf di dalam masjid maka beliau mendengar para sahabat membaca al-Qur’an dengan keras, maka beliauo membuka takbir dan berkata: “ingatlah kalian bahwa semua ini sedang bermunajad kepada tuhan kalian. Maka janganlah kalian saling menggangngu dan janganlah saling meninggikan suara untuk membaca”.
Sebagian dari mereka berkata : disunahkan untuk membaca dengan keras pada suatu-waktu dan membaca dengan lirih diwaktu yang lain. Karena membaca dengan lirih itu kadang-kadang merasa bosan dan menjadi semangat dengan suara yang keras. Dan yan membaca dengan suara yang keras itu kecapaian dan beristirahat dengan bacaan yan lirih.
C. Perbandingan antara membaca dari mushaf dan dari hafalan
Membaca dari mushaf itu adalah lebih baik dari pada membaca dari hafalan karena melihat dari mushaf itu adalah ibadah yang diperintahkan. An-Nawawi berkata “demikianlah yang dikatakan oleh sahabat-sahaba kami dan para ulama salaf dan aku tidak melihat adanya perbedaan pendapat”. Dia berkata: jika dikatakan bahwa hal itu berbeda-beda dari orang yant sartu dan yang lainnya maka dipilihlah membaca dari mushaf jika seorang itu bis akhusu’ dan merenungkannya pada saat dia membaca dari mushaf dan dari hafalannya. Dan dipilih membaca dari hafalan bagi yang lebih bisa membaca dengan dan lebih dapat merenungkannya dari pada dia membaca dari mushaf maka ini pendapat yang lebih baik
D. perselisihan ulama tentang lebih utama membaca sedikit dengan tartil atau membaca dengan cepat dan banyak
Telah brbuat baik sebagian dari imam kita mereka berkata: sesungguhnya pahala membaca al-Qur’an dengan tartil itu pahalanya lebih banyak, pahala dan bacaanya yang banyak itu lebih banyak jumlahnya karena dalam setiap huruf itu terkandung sepuluh kebaikan.
Didalam Burhad krya az-Zarkasi : kesempurnaan tartil adalah dengan membaca tafhim pada lafadz-lafadznya dan membaca jelas huruf-hurufnya agar setiap huruf tidak dimasukan kedalam huruf yang lainnya. Ada yang mengatakan hal itu tingkat kerendahannya dan yang paling sempurna adalah membacanya sebagaimana kedudukannya jika membaca ayat-ayat ancaman maka dia melafdzkannya seperti iti, jika membacanya ayat pengagungan maka dia melafadzkan seperti itu
E. Hal-hal yang dimakruhkan dan tidak diperbolehkan ketika membaca al-Qur’an
1) tidak boleh membaca al-Qur’an dengan bahasa ‘ajam (selain bahasaarab) secara mutlak baik dia mampu bahasa arab atau tidak, baik diwaktu shalat atau diluar salat.
2) tidak diperbolehkan membaca al-Qur’an dengan qira’ah yang syad. Ibnu Abdil Barr meriwayatkan ijma’ tentang hal itu tetapi Mauhub al-Jazari membolehkan pada selain shalat, karena mengkiaskan riwayat hadis dengan makna
3) dimakruhkan untuk menjadikan al-Qur’an itu sumber rizki (ma’isyah) al-Ajuzi meriwayatkan sebuah hadis dari Imron bin Husain secara marfu’ “barang siapa membaca al-Quran maka hendaklah dia minta kepada Allah dengannya. Sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca al-Qur’an dan meminta kepada manusia dengannya
4) dimakruhkan untuk mengatakan “aku lupa ayat ini” tetapi aku dilupakan tentang ayat ini” karena ada hadis dari Bukhori Muslim yang lelarang tentang hal itu
5) dimakruhkan untuk memotong bacaan untuk berbicara dengan orang lain al-Halimi berkata : karena kalam Allah itu tidak boleh dikalahkan oleh pembicaraan yang lainya. Ini dikuatkan oleh Imam Baihaki dengan riwayat yang shahih: Ibnu Umar jika membaca al-Qur’an dia tidak berbicara sampai selesai. Demikian juga makruh untuk tertawa dan malakukan perbuatan atau memandan hal-hal yang remeh dan sia-sia.
BAB III
PENUTUP
A.                  Kesimpulan
1) beberapa adab ketika membaca al-Qur’an diantaranya: disunahkan untuk wudlu, membaca ditempat yang suci, bersiwa’, menghadap kiblat, dll
2) perbedaaan pendapat tentang mengeraskan suara dan melirihkan suara ketika membaca al-Qur’an, kemudiab Imam Nawawi berkata bahwa pengumpulan kedua hadis itu bahwasanya membaca dengan lirih itu lebih baik jika dikhawatirkan akan riya, mengganggu orang yang sedang shalat dan tidur. Adapun membaca dengan suara keras itu juga lebih baik pada waktu yang lainnya, karena membaca dengan keras itu banyak faidahnya seperti: memperbanyak amal, menghilangkan rasa ngantuk, dan menambah semangat.
3) membaca dari mushaf itu lebih baik dari pada membaca dari hafalan. Namun terdapat salah satu pendapat yabg menyatakan bahwa membaca dari hafalan itu lebih baik dari pada membaca dari mushaf
4) perselisihan ulama tentang lebih utama maakah membaca sediit dengan tartil ataukah membaca dengan cepat dan banyak tanpa tartil
5) hal-hal yang dilarang dan dimakruhkan ketika membaca al-Qur’an seperti membaca dengan bahasa ‘ajam, membaca al-Qur’an sebagai sumber rizki
B.                  Hikmah
Kita dapat mengetahui adab (tatakrama) dalam membaca al-Qur’an, dapat mengetahui keutamaan antara membaca dari mushaf dan membaca dari hafalan selain kita mengetahui cara-cara atau metode membaca al-Qur’an dengan baik dan benar


C.                 Saran
Harapan kami selaku pemakalah, semoga dengan terselesainya makalah ini dapat menjadikan para pembaca, khususnya teman-teman PBA fakulty supaya dapat meningkatkan dan lebih giat lagi dalam membaca al-Qur’an yang pastinya sesuai dengan metode, tajwid, serta adab-adab (tatakarama dalam membaca al-Qur’an)
DAFTAR PUSTAKA
As-Syuyuti, Imam Jamaluddin, 2006. samudra ulumul qur’an jilid I, Surabaya : Bina ilmu
Al-Maliki, Muhammad bin Alawi, 1986. zubdatul Ithqon, Makkah: Darus Syuruq


Minggu, 23 Februari 2014

KISAH-KISAH AL QUR’AN


KISAH-KISAH AL QUR’AN

Disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah ulumul qur’an
Dosen Pengampu: Fathur Rohman, S.Th, M. Th


 



 



Disusun oleh:
KELOMPOK 12:
FEBRIAN FRISTIANDA (1283021)
GESTI AQMALINA (1283141)
ISMAIL ACHMAD(1170071)

PRODI/SEMESTER/KELAS: PAI /2/A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN )
 JURAI SIWO METRO LAMPUNG
 TAHUN 2013


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “KISAH-KISAH QUR’AN”.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Ulumul Qur’an Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :
  1. Bapak Fathur Rahman, S.Th, M.Th selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul Qur’an yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pkiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini
  2. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis.
  3. Rekan-rekan semua khususnya di kelas A Pendidikan Agama Islam 2012.
  4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.




Metro, 11 Juni 2013



Penulis

DAFTAR ISI


Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB II: PEMBAHASAN............................................................................... 2
A.    Pengertian Kisah................................................................................... 2
B.     Macam-macam Kisah Dalam Qur’an.................................................... 3
C.     Faedah Kisah-kisah dal Qur’an............................................................ 3
D.    Pengulangan Kisah dan Hikmahnya..................................................... 4
E.     Kisah-kisah Dalam Qur’an Adalah Kenyataan, Bukan Khayalan........ 5
F.      Pengaruh Kisah-kisah Qur’an Dalam Pendidikan dan Pengajaran....... 7
BAB III : KESIMPULAN.............................................................................. 9
Daftar Pustaka 


BAB I
PENDAHULUAN
            Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang paling sempurna. Di dalam Al-Qur’an terdapat pula kisah-kisah sebagai gambaran mengenai perjalanan dan perjuangan Islam di masa dahulu.
Kisah-kisah Al-Qur’an ini sangat penting untuk kita ketahui karena disitu terdapat faedah-faedah di dalamnya. Diantara faedah-faedah kisah-kisah di dalam Al-Qur’an adalah:
            Mejelaskan mengenai syariat-syariat yang dibawa oleh para Nabi terdahulu. Untuk lebih memperkuat dan meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya. Membuktikan kebenaran atas Nabi-nabi terdahulu.
Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentan hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebalum kitab itu diganti. Dan masih banyak lagi faedah-faedah yang lain dari kisah-kisah Al-Qur’an.
Maka dari itu penting bagi kita untuk mengetahui dan mempelajari mengenai kisah-kisah Al-Qur’an agar kita bisa lebih kuat dalam memperjuangkan agama Allah. Oleh sebab itu pula disusunlah makalah ini, semoga bermanfaat.













BAB II
PEMBAHASAN

KISAH-KISAH QUR’AN
A.    PENGERTIAN KISAH
Kisah berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan:قَصَصْتُ أَثَرَهُ    , artinya: “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al-qasas adalah bentuk masdar. Firman Allah:
tA$s%y7Ï9ºsŒ$tB$¨Zä.Æ÷ö7tR4#£s?ö$$sù#n?tã$yJÏdÍ$rO#uä$TÁ|Ás%
“Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula” (al-Kahfi [18]:64). Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dari mana keduanya itu datang. Dan firman-Nya melalui lisan ibu Musa:
ôMs9$s%ur¾ÏmÏG÷zT{ÏmÅ_Áè%(ôNuŽÝÇt7sù¾ÏmÎ/`tã5=ãZã_öNèdurŸwšcrããèô±o
“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya” (al-Qasas [28]:11). Maksudnya, ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.

Qasas berarti berita yang berurutan. Firman Allah:
¨bÎ)#x»yduqßgs9ßÈ|Ás)ø9$#,ysø9$#4$tBurô`ÏB>m»s9Î)žwÎ)ª!$#4žcÎ)ur©!$#uqßgs9âƒÍyèø9$#ÞOŠÅ3ysø9$#
“Sesungguhnya Ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(Al-Imran [3]:62).
Dan firman-Nya:
ôs)s9šc%x.ÎûöNÎhÅÁ|Ás%×ouŽö9ÏãÍ<'rT[{É=»t6ø9F{$#3$tBtb%x.$ZVƒÏtn2uŽtIøÿãƒ`Å6»s9urt,ƒÏóÁs?Ï%©!$#tû÷üt/Ïm÷ƒytƒŸ@ÅÁøÿs?urÈe@à2&äóÓx«YèdurZpuH÷quur5Qöqs)Ïj9tbqãZÏB÷sãƒ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”(Yusuf [12]:111). Sedang al-qissah berarti urusan, berita, perkara dan keadaan.

Qasas Al-Qur’an adalah pemberitaan Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Qur’an banyak mengandung ketertangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.

B.     MACAM-MACAM KISAH DALAM AL-QUR’AN
1.      Kisah para Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka pada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan glongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Isa, Muhammad dan nabi-nabi serta rasul lainnya.
2.      Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mat, kisah Talut dan Jalut, dua orang putera Adam, penghuni gua, Zulkarnain, Karun, orang-orang yang menangkap ikan pada hari Sabtu (ashâbus sabti), Maryam, Ashâbul Ukhdûd, Ashabul Fîl dan lain-lain.
3.      Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah, seperti perang Badar dan perang Uhud dalam surah Ali ‘Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam surah at-Taubah, perang Ahzab dalam surah al-Ahzab, hijrah, isra dan lain-lain.

C.     FAEDAH KISAH-KISAH QUR’AN
Kisah-kisah dalam Qur’an mempunyai banyak faedah. Berikut ini beberapa faedah terpenting di antaranya:
1.      Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa leh para nabi:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” (al-Anbiya’ [21]:25).
2.      Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Hud [11]:120).
3.      Membenarkan nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan pennggalannya.
4.      Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentan hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
5.      Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebalum kitab itu diganti. Misalnya firman Allah:
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’kub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: (Jika kamu mengatakan ada makanan sebelum Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu orang-orang yang benar.” (Ali ‘Imran [3]:93).
6.      Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman Allah:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Yusuf [12]:111).
D.    PENGULANGAN KISAH DAN HIKMAHNYA
Qur’an banyak mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang diberbagai tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dalam Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda. Di satu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang di tempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang-kadang secara panjang lebar, dan sebagainya. Di antara hikmahnya adalah:
1)      Menjelaskan ke-balâgah-an Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Sebab di antara keistimewaan balagah adalah mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai macam bentuk yang berbeda. Dan kisah yang berulang itu dikemukakan di setiap tempat dengan uslub yang berbeda satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan karenanya, bahkan dapat menmbah kedalam jiwanya makna-makna baru yang tidak didapatkan di saat membacanya di tempat yang lain.
2)      Menunjukkan kehebatan mukjizat Qur’an. Sebab mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susuna kalmat di mana salah satu bentuk pun tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab, merupakan tantanga dahsyat dan bukti bahwa Qur’an itu datang dari Allah.

3)      Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan indikasi betapa besarnya perhatian. Misalnya kisah Musa dengan Firaun. Kisah ini menggambarkan secara sempurna pergulatan sengit antara kebenaran dengan kebatilan. Dan sekalipun kisah itu sering diulang-ulang, tetapi pengulangannya tidak pernah terjadi dalam sebuah surah.
4)      Perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu diungkapkan. Maka sebagian dari makna-maknanya diterangkan disuatu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedang makna-makna lainnya dikemukakan ditempat yang lain, sesuai dengan tuntutan keadaan.

E.     KISAH-KISAH DALAM QUR’AN ADALAH KENYATAAN, BUKAN KHAYALAN
Qur’an diturunkan dari sisi Yang Mahapandai, Mahabjaksana. Dalam berita-berita-Nya tidak ada kecuali yang sesuai dengan kenyataan. Apabila orang-orang terhormat di kalangan masyarakat enggan berkata dusta dan menganggapnya sebagai perbuatan hina paling buruk yang dapat merendahkan martabat kemanusiaan, maka bagaimana seorang yang berakal dapat menghubungkan kedustaan kepada kalam Yang Mahamulia dan Mahaagung?

Allah adalah Tuhan Yang Hak:
“(Kuasa Allah) yang demikianitu, adalahKarenaSesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang HaqdanSesungguhnyaapasaja yang merekaseruselaindari Allah, Itulah yang batil, danSesungguhnya Allah, dialah yang MahaTinggilagiMahabesar.” (al-Hajj [22]:62).

Dia mengutus Rasul-Nya dengan hak pula:
“Sesungguhnya kami mengutuskamudenganmembawakebenaran (hak) sebagaipembawaberitagembiradansebagaipemberiperingatan.” (Faathir [35]:24),

“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Quran) Itulah yang benar dan yang hak, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha mengetahui lagi Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (Faathir [35]:31),

“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhan-mu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) Karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (an-Nisaa’ [4]:170),

Dan Kami telahturunkankepadamu Al Quran denganmembawakebenaran (hak).” (al-Ma’idah [5]:48), dan

“Dan Kitab yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu adalah benar.” (ar-Ra’d [13]:1).

Dan semua yang dikisahkan Allah dalam Qur’an adalah hak pula:

“Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya.” (al-Kahfi [18]:13), dan

“Kami membacakan kepadamu sebagian dari ksah Musa dan Firaun dengan benar (hak).” (al-Qasas [28]:3).

F.      PENGARUH KISAH-KISAH QUR’AN DALAM PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengkuti alur kisah tersebut tanpa merasa jemu atau kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat memetik dari keindahan tamannya aneka ragam bunga dan buah-buahan.
Pelajaran yang disampaikan dengan metode talqîn dan ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak dapat diikuti sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan sulit dan berat serta memerlukan waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, maka uslub qasasi (narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah, dan ingatannya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan mengisahkannya.
Fenomena fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang meupakan inti pengajaran dan soko guru pendidikan.
Dalam kisah-kisah qur’aini terdapat lahan subur yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan bekal kependidikan berupa peri hidup para nabi, berita-berita tentang umat dahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah qur’aini itu dengan uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar pelajar dalam segala tingkatan. Sejumlah kisah keagamaan yang disusun oleh Ustad Sayid Qutub dan Ustad as-Sahhar telah berhasil memerikan bekal bermanfaat dan berguna bagi anak-anak kita, dengan keberhasilan yang tiada bandingnya. Demikian pila al-Jarim telah menyajikan kisah-kisah qur’aini dengan gaya sastra yang indah dan tinggi, serta lebih banyak analisis mendalam. Alangkah baiknya andaikata orang lain pun mengikuti dan meneruskan metode pendidikan baik ini.

































BAB III
KESIMPULAN
Kisah berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan:قَصَصْتُ أَثَرَهُ    , artinya: “saya mengikuti atau mencari jejaknya”.
Macam-macam kisah dalamAl-Qur’an
-          Kisah para Nabi.
-          Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya
-          Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah
Faedah-faedah kisah Qur’an
-          Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa leh para nabi
-          Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah
-          Membenarkan nabi terdahulu
-          Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya
-          Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebalum kitab itu diganti
-          Kisah termasuk salah satu bentuk sastra
Sesungguhnya kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah benar.


















                                                                                                      
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna’ Khalil, 2011, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor, Litera AntarNusa Halim Jaya