MAKALAH
PERKEMBANGA JIWA KEAGAMAAN PADA ORANG DEWASA DAN USIA LANJUT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama
Dosen Pengampu: Muh. Badaruddin, M.Pd.I
Disusun oleh Kelompok IV:
Febrian Fristianda (1283021)
Laela Fitri (1283611)
Siti Nuraini (1284651)
Kelas/Semester: A/III (Tiga)
Pendidikan Agama Islam
Jurusan Tarbiyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabil ‘alamin, puji
syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok yang
berjudul “PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ORANG DEWASA DAN USIA LANJUT” tanpa suatu halangan apapun.
Terima kasih penyusun ucapkan kepada
Bapak Muh. Badarudin, M.Pd. I selaku
dosen PSIKOLOGI AGAMA, yang telah memberikan pengarahaan dan
bimbingannya sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Dan tak lupa penyusun
ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesainya
tugas ini. Penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan bagi pemmbaca umumnya.
Sekalipun demikian tak ada gading
yang tak retak, begitu pula makalah ini jauh dari kesempurnaan, dalam makalah
ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari pembaca senantiasa penyusun harapkan.
Akhirnya penyusun berharap semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam
pembelajaran, dan semoga Allah selalu meridhoi setiap langkah kita. Amin...!!!
Wassalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................... i
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................ 2
A.
Macam-Macam
Kebutuhan.................................................................. 2
B.
Sikap
Keberagamaan Terhadap Orang Dewasa................................... 9
C.
Manusia
Usia Lanjut dan Agama......................................................... 12
D.
Perlakuan
Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam.................................. 14
BAB
III KESIMPULAN................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia
adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Makhluk eksploratif, karena
manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun
psikis. Disebut sebagai makhluk potensial karena, pada diri manusia tersimpan
sejumlah kemampuan bawaan yang dpat dikembangkan.
Manusia
juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk
tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar
dirinya. Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan
pengarahan dari lingkungannya. Karena itu, bimbingan yang idak searah dengan
potensi yang dimiliki akan berdampak negatif bagi perkembangan manusia.
Jiwa
keagamaan yang termasuk rohani (psikis) akan sangat tergantung dari perkembangan
aspek fisik. Dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, sering dikatakan
bahwa kesehatan fisik akan berpengaruh pada kesehatan mental. Selain itu,
perkembangan juga ditentukan oleh tingkat usia.
Para
ahli psikologi perkembangan membagi perkembangan manusia berdasarkan usia
menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara garis besarnya
periode perkembangan itu terbagi menjadi: 1) masaprental; 2) masa bayi; 3)masa
kanak-kanak; 4)masa prapubertas; 5)masa pubertas (remaja); 6) masa dewasa;
7)masa usia lanjut.
Sehubungan
dengan kebutuhan manusia dan periode perkembangan tesebut, maka dalam kaitannya
dengan perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat bagaimana pengaruh timbal balik
antara keduanya. Dengan demikian, perkembangan jiwa keagamaan juga akan dilihat
dari tingkat usia dewasa dan usia lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MACAM-MACAM
KEBUTUHAN
Dalam
bukunya Pengantar Psikologi Krimini Drs.
Gerson W. Bawengan, S.H. mengemukakan pembagian kebutuhan mausia berdasarkan
pembagian yang dikemukakan oleh J.P. Guilford sebagai brikut:
1.
Kebutuhan
Individual
a. Homeostatis,
yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri
denganlingkungan. Dengan adanya perimbangan ini maka tubuh akan tetap berada
dalam keadaan mantap, stabil, dan harmonis. Kebutuhan inimeliputi kebutuhan
tubuh akan zat, protei, air, garam, mineral, vitamin, oksigen, dan lainnya.
b. Regulasi
temperatur, yaitu penyesuaian tubuh dala uaha mengatasi kebutuhan akan
perubahan temperatur badan.
c. Tidur,
yaitu kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar dari gejala
halusinasi.
d. Lapar,
yaitu kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membangkitkan energi tubuh
sebagai organis. Lapar akan menyebabkan gangguan pada fisik maupu mental.
e. Seks,
yaitu kebutuhanseks sebagai salah satu kebutuhan yang timbul dari golongan
mempertahankan jenis. Sigmund Freud menganggap kebutuhan ini sebagaikebutuhan
vital pada manusia. Terutama pada masa remaja kebutuhan ini demikian
menonjolnya sehingga serng mendatangkan pengaruh-pengaruh negatif.[1]
Tidak terpenuhinya kebutuhan seks ini akan mendatangkan gangguan-gangguan
kejiwaan dalam bentuk perilaku seksual yang menyimpang (abnormal) seperti:
1) Sadisme, berarti kekejaman,
kebuasan, keganasan, dan kekasaran, atau kepuasan yang diperoleh dengan
menyakiti orang lain
2) Masochisme (masokisme), perilaku
seksual menyimpang, dimana kegairahan dan kenikmatan seksual anya dapat dicapai
melalui perlakuan kekerasan dan penghinaan dari orang yang lebih perkasa
3) Exhibitionisme, ..........,
pemilihan ratu kecantikan, binaragawan, striptease, dan sebagainya
4) Scopthopilia, pemuasan nafsu
seksual dengan cara mengintip lakon seks
5) Voyeurisme, pemuasan nafsu seksual
dengan cara mengintip atau melihat bentuk tubuh tanpa busana
6) Troilisme atau triolisme, pemuasan
nafsu seksual dengan cara saling mempertontonkan lakon seks
7) Transvestisme, pemuasan nafsu
seksual dengan cara memakai baju lawan jenisnya
8) Transsexualisme,kecenderungan
pemuasan nafsu seksual dengan jalan ganti kelamin
9) Sexualoralisme, pemuasan nafsu
seksual dengan memadukan mulut (oral) dengan alat kelamin. Pada laki-laki
disebut fellato dan pada wanita disebut cunnilingus
Selanjutnya, kelainan seksual ini pun
dapat menyebabkan orang memuaskan nafsu seksualnya dengan menggunakan objek
lain. Di antaranya meliputi:
1) Hooseksualitas, peuasan nafsu
seksual antara sesama laki-aki. Sesama perempuan disebut lesbian
2) Pedophilia, pemuasan nafsu seksual
dengan anak-anak sebagai objeknya. Menurut penyelidik kelainan ini sering
dilakukan oleh yang berusia di atas 40 tahun dan patuh dengan ajaran agama
3) Bestility, persetubuhan dengan
binatang
4) Zoophlia, pemuasan nafsu seksual
dengan cara mengelus-elus binatang
5) Necrophilia, pemuasan nafsu seksual
dengan cara mengadakan hubungan kelamin dengan mayat
6) Pornography, pemuasan nafsu seksual
dengan melihat gambar atau membaca buku cabul
7) Obscenity, pemuasan nafsu seksual
dengan cara mengeluaran kata-kata kotor
8) Fetishisme, pemuasan nafsu seksual
dengan cara menggunakan simbol seks dari lawan jenisnya, terutama pakaian
9) Frottage, pemuasan nafsu seksual
dengan cara meraba orang yang disenangi
10) Soliromanis, pemuasan
nafsu seksual dengan cara mengotori lambang seks orang yang disenanginya
11) Goronto
seksuality, pemuaan nafsu seksual dengan wanita yang
berusia lanjut dan sebaliknya
12) Insest, pemuasan nafsu seksual
dengan mengadakan hubungan kelamin dengan kerabat
13) Wife-wapping, pemuasan nafsu
seksual dengan cara menukarkan pasangan
14) Mysophilia, pemuasan nafsu seksual
dengan menggunakan benda kotor karena menganggapnya sebagai hal yang kotor dan
dosa
f. Melarikn
diri, yaitukebutuhan manusia akan perlindungan, keselamatan jasmani, dan
rohani. Usaha menghindari diri dari bahaya atau sesuatu yang dianggap berbahaya
merupakan reaksi yang wajar sebagai usaha proteksi.
g. Pencegahan,
yaitu kebutuhan manusia untuk mencegah terjadinya reaksi melarikan diri.
h. Ingin
tahu (curiosty), yaitu kebutuhan
rohani manusia untuk ingin selalu mengetehui latar belakang kehidupannya.
i.
Humor, yaitu
kebutuhan manusia untuk mengendorkan beban keidupan yang dialaminya dalam bentuk verbal dan perbuatan.
Menurut penelitian, penggunaan kemampuan maksimal manusia dalam kegiatannya
hanya mencapai 30% saja. Menurut J.P. Guilford, tertawa merupakan permainan dan
cara untuk mengendorkan tekanan jiwa. Sigmug Freud membagi humor atas: pertama, Agresive Wit yaitu humor yang
menyinggung orang lain. Kedua, Harmsless
Wit yaitu humor yang tidak menyinggung orang lain.[4]
2.
Kebutuhan
Sosial
Kebutuhan
manusia tidak disebabkan pengaruh yang datang dari luar (stimulus), seperti layaknya pada binatang. Kebutuhan sosial pada
manusia bebentuk nilai. Jadi kebutuhan itu bukan semata-mata kebutuhan biologis
melainkan juga kebutuhan rohaniah.
Bentuk
kebutuhan ini menurut Guilford terdiri dari:
a. Pujian
dan hinaan
Setiap manusia normal membutuhkan pujian
dan hinaan. Kedua unsur ini menurut Guildford merupakan faktor yang menentukan
dalam pembentukan sistem moral manusia. Pujian merangsang manusia untuk
mengejar prestasi dan kedudukan yang terpuji, sedangkan hinaan menyadari
manusia dari kekeliruan dan pelanggaran terhadap etika sosial.
b. Kekuasaan
dan mengalah
Alfred Alder mengatakan, bahwa secara
naluriah manusia itu ingin berkuasa dan Nietrzche menyebutkan sebagai motif
primer dalam kehidupan manusa. Sedangkan Guildford berpendapat bahwa kebutuhan
kekuasaan dan megalah ini tercermin dari adanya perjuangan manusia yang tak
henti-hentinya dalam kehidupan.[5]
c. Pergaulan
Kebutuhan yangmendorong manusia untuk
hidup dan bergaul sebagai homo-socius
(makhluk bermsyarakat) dan zon-politicion
(makhluk yang berorganisasi).
d. Imitasi
dan simpati
Keutuhan manusia dalam pergaulannya yang
tercermin dalam bentuk meniru dan mengadakan respon emosionil.
e. Perhatian
Kebutuhan akan perhatian merupakan salah
satu kebutuhan sosial yang terdapat pada setiap individu. Besar kecilnya
perhatian masyarakat terhadap seseorang akan mempengaruhi sikapnya. Hal ini
akan tampak dalam kehidupan sehai-hari, misalnya guru dimuka kelas, penceramah
ataupun pemuka aliran keagamaan, kebatinan, para artis panggung, dan sebagainya.
Sikap perhatian khalayak akan mempengaruhi sikap mereka. Dalam hal ini
Guildford mengungkapkan pentingnya perhatian sebagai suatu kebutuhan dengan
kata-katanya : to be ignored is panful.[6]
Selanjutnya
Dr. Zakiyah Dradjat dalam bukunya Peranan
Agama dalam Kesehatan Mental membag kebutuhan manusia atas dua kebutuhan
pokok, yaitu:
a. Kebutuhan
primer, yaitu kebutuhan jasmaniah, kebutuhan ini didapat manusia secara fitrah
tanpa dipelajari. Misalnya: makan, mnum, seks, dan sebagainya.
b. Kebutuhan
sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah, kebutuhan ini hanya terdapat pada manusia
dan sudah dirasakan sejak manusia asih kecil. Misalnya: jiwa dan sosial.
Selanjutnya
beliau membagi kebutuhan sekunder yang pokok menjadi enam macam, yaitu:
a. Kebutuhan
akan rasa kasih sayang
b. Kebutuhan
akan rasa aman
c. Kebutuhan
akan rasa harga diri
d. Kebutuhan
akan rasa bebas
e. Kebutuhan
akan rasa sukses
f. Kebutuhan
akan rasa ingin tahu[7]
3.
Kebutuhan
Manusia akan Agama
Manusia
disebut sebagai makhluk yang beragama (homo
religious). Ahmad Yani mengemukakan, bahwa tatkala Allah membekali insan
itu dengan nikmat berpikir dan daya penelitian, diberinya pula rasa binging dan
bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam sekitarnya sebagai imbangan
atas rasa takut terhadap kegarangan dan kebengisan alam itu. Hal inilah yang
mendorong insan tadi untuk mencari suatu kekuatan yang dapat melindungi dan
membimbingnya disaat-saat yang gawat. Insan primitif telah menemukan apa yang
telah dicarinya pada gejala alam itu sendiri. Secara beransur dan silih berganti
gejala-gejala alam itu diselaraskan dengan jalan kehidupannya. Dengan demikian,
timbullah penyembuhan tehadap api, matahari, bulan atau benda lainnya dari
gejala-gejala alam tersebut.
Menurut
Robert Nuttin, dorongan beragaa merupakan salah satu doronga yang bekerja pada
diri manusia sebagaimana dorongan-dorongan lainnya, seperti: makan, minum,
intelek, dan lain sebagainya. Sejalan dengan itu maka dorongan beragama pun
menuntut unutk dipenuhi, sehingga pribadi manusia itu mendapat kepuaan dan
kesenangan. Selain itu dorongan beragama juga merupakan keutuhan insaniah yang
tumbunya dari berbagai faktor penyebab yang bersumber dari rasa keagamaan.
Para
ahli psikologi agama belum sependapat dengan sumber rasa keagamaan ini. Rodolf
Otto misalnya, menekankan pada dominasi rasa ketergantungan, sedangkan Sigmund
Freud menekankan libido sexuil dan
rasa berdosa sebagai faktor penyebab yang dominan.[8]
Dalam
ajaran agama Islam, bahwa kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia sebagai
makhluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Salah satu fitrah tersebut adalah
kecenderungan terhadap agama.
Prof.
Dr. Hasan Langgulung mengatakan:
“Salah satu fitrah inilah, bahwa
manusia meneria Allah sebagai Tuhan, dengan kata lain, manusia itu adalah dari
asal mempunyai kecenderungan beragama, sebab agama itu sebagian dari
fitrah-Nya”.
Dengan demikian, anak yang baru
lahir sudah memiliki potensi untuk menjadi manusia yang ber-Tuhan. Fiman Allah
SWT dalam Q.S. Al-Rum 30:30, yang artinya:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4
|NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4
w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4
Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
Artinya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah). Tetapkanlah atas fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya” (Q.S. Al-Rum 30: 30)[9]
B.
SIKAP
KEBERAGAMAAN TERHADAP ORANG DEWASA
Akhir masa remaja ditandai dengan masa adolesen, namun
demikian ada juga yang memasukkan masa adolesen ini kepada masa dewasa.
Pada masa adolesen, seseorang mulai menginjak dewasa, sehingga memiliki
sifat yang pada umumnya adalah sebagai berikut:
1.
Menemukan pribadinya
2.
Menentukan cita-citanya
3.
Menggariskan jalan hidupnya
4.
Bertanggung jawab
5.
Menghimpun norma-norma sendiri
Sikap-sikap di atas merupakan sikap yang mengawali
masa dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya pada masa dewasa seseorang telah
menunjukkan kematangan jasmani dan rohani, sudah memiliki keyakinan dan
pendirian yang tetap, serta peran sosial sudah berkembang. Tanggung jawab
individu dan sosial sudah mulai tampak dan ia sudah mulai mampu berdiri
sendiri.
Gambaran psikis pada masa dewasa seperti di atas
akan nampak pada kestabilan seseorang di dalam menentukan pandangan hidup atau
agama yang harus dianutnya berdasarkan kesadaran dan keyakinan yang dianggap
benar dan diperlukan dalam hidupnya.[10]
Charlotte
Buchler melukiskan tiga masa perkembangan pada periode prapubertas, periode
pubertas, dan periode adolesen dengan semboyan yang merupakan ungkapan
batinmereka. Di periode prapubertas Charlotte Buchler dengan kata-kata:
“Perasaan saya tidak enak, tetapi tidak tahu apa sebabnya.” Untuk periode
pubertas dilukiskannya sebagai berikut: “Saya ingin sesuatu, tetapi tidak tahu
ingin apa.” Adapun dalam periode Adolesen, ia mngemukakan dengan katakata:
“Saya hidup dan saya tahu untuk apa.”
Kata-kata
yang digunakan Charlotte Buchler tersebut mengungkapkan betapa masih labilnya
kehidupan jiwa anak-anak ketika menginjak usia menjelang remaja dan di usia
remaja mereka. Sebaliknya, saat telah menginjak usia dewasa erlihat adanya
kemantapa jiwa mereka: “Saya hidup dan saya tahu untuk apa.”[11]
Kata
yang digunakan tersebut menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki
tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan perkataan lain, orang
dewasa sudah memahami nilai-nilai yang sudah dipilihnya dan berusaha untuk
mempertahankan nilai-nlai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki
identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap yang terlihat dengan cara
bertindak dan bertingah laku yang agak bersifat tetap (tidak berubah-ubah),
serta pemikiran terhadap kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Sekarang
mereka mulai berpikir tentang tanggung jawab dan sosial moral, ekonomis dan
keagamaan (M. Buchori, 1982: 145).[12]
Kemantapan
orang dewasa ini setidaknya memberikan gabaran tentang bagaimna sikap
keberagamaan orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem
nilai yang dipilinya, baik sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun
yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-nilai
tersebut telah didasarkan atas pertimbanganpemikiran yang matang. Berdasarkan
hal ini, maka sikap keberagamaan seorang di usia dewasa sulit untuk diubah.
Jika pun terjadi perubahan mungkin proses itu terjadi setelah didasarkan atas
pertimbngan yang matang.
Sebaliknya,
ika seorang dewasa memilih nilai yang bersumber dari nilai-nilai nonagama,
itupun akan dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya. Kemungkinan ini
memberkan peluang bagi munculnya kecenderungan sikap yang antiagama, bila
menurut pertimbangan akal sehat, terdapat kelemahan-kelemahan tertentu dalam
ajarn agama yang dipahaminya.[13]
Sebaliknya,
jika nilai-nilai agama yang mereka pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap
keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan
itu akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka. Sikap keberagamaan
ini membawa mereka secara mantap menjalankan ajaran agama yang mreka anut.
Sejalan
dengan tingkat perkembngan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa
antara lain memliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang mantang, bukan sekedar
ikut-ikutan
2. Cenderung
bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku
3. Bersikap
positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan
4. Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga
sikap keberagamaan merupakan sikap realisasi dari sikap hidup
5. Bersikap
lebih terbuka dan wawasan lebih luas
6. Berskap
lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani
7. Sikap
keberagamaan cenderung megarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terlhat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya
8. Terlibat
adanya hubungan antara sikap keberagamaan antara kehidupan sosial, sehingga
perhatian terhadap kepeningan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang[14]
Dengan
demikian, agama orang dewasa seara umum sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
1. Faktor
hereditas dan asal usul keluaganya sendiri
2. Asal
usul keluarga suami/istri serta kondisi keberagamaan keluarga yang dibangunnya
sekarang
3. Pendidikan
formal maupun nonformal yang pernah dialaminya
4. Pengalaman
hidup, baik maa lalu maupun sekarang
5. Lingkungan
hidup, baik maa lalu maupun sekarang
6. Pekerjaan
7. Pergaulan
baik dilingkungan masyarakat sekitar maupun lingkungan kerja
8. Hail
olah pikir, motivasi, inovasi serta olah perasaan (batin) yang
9. Pengaruh
media cetak maupun elektronik yang mereka terima selama ini
10. Fakor
hidayah dari Allah SWT[15]
C.
MANUSIA
USIA LANJUT DAN AGAMA
Perkembangan manusia dapat digambarkan dalam bentuk
garis sisi sebuah trapesium. Sejak usia bayi hingga mencapai kedewasaan jasmani
digambakan dengan garis miring menanjak. Garis itu menggambarkan bahwa selama
periode tersebut terjadi proses perkembangan yang progresif. Pertumbuhan fisik
berjalan seara cepat hingga mencapai titik puncak perkembangannya, yaitu usia
dewasa (22-24 tahun).
Perkembangan selanjutnya digambarkan oleh garis
lurus sebagai gambaran tehadap kemantapan fisik yang sudah dicapai. Sejak
mencapai usia kedewasaan hingga ke usia 50 tahun, perkembangan fisik manusia
boleh dikatakan tidak mengalami perubahan yang banyak. Oleh karena itu, umumnya
garis perkembangan pada periode ini digambarkan oleh gais menurun. Periode ini
disebut sebagai periode regresi (penurunan).[16]
Hurlock (1999) menyatakan bahwa usia lanjut lebih
cenderung pada hal-hal yang tidak menyenangkan dan hal ini dapat berimbas pada
beberapa aspek penurunan fisik atau psikis. Sehingga tidak sedikit orang usia
lanjut yang menjadi cerewet dan serba salah. Hal ini tergantung dari masing-masing
individu bagaimana dia megontrol dirinya dalam melewati masa labil, masa dimana
terdapat hal-hal yang tidak menyenangkan. Sehingga dibutuhkan tawakal yang baik
serta tingkat kontroldiri yang tinggi agar individu tidak terjerumus pada
hal-hal negatif yang membawa pada tekanan mental.[17]
Secara garis besarnya, ciri-ciri keberagaman di usia
lanjut adalah:
1.
Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemanapan
2.
Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
3.
Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara
lebih sungguh-sungguh
4.
Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta akan
sesama manusia, serta sifat-sifat luhur
5.
Timbul rasa takut kepada kematian meningkat sejalan dengan pertambahan
usia lanjut
6.
Perasaan takut terhadap kematian ini berdampak kepada peningkatan
pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi
akhirat[18]
Berdasarkan ciri-ciri di atas, terdapat tiga
kegiatan keagamaan yang bisa menjadi terapi religius bagi para lanjut usia
sekaligus untuk menyetabilkan kontrol dalam dirinya. Hal ini merujuk kepada
sebuah hasil penelitian tentang korelasi zikir dengan kontrol diri pada para
lanjut usia yang dilakukan di Pondok Pesantren Roudhotul Ulum Kencong Pare
Kediri, yaitu:
1.
Teknik puasa, dalam konteks
terapi “puasa” yang berarti pengendalian diri dapat diterapkan untuk
mengembangkan kontrol diri terhadap suatu jenis nafsu tertentu
2.
Teknik paradoks, tekn ini
dilakukan untuk menumbukan kontrol diri terhadap hal-hal yang sangat disukai
seseorang. Tujuannya agar seseorang mampu mengendalikan suatu keinginan dengan
cara melawan keinginan tersebut
3.
Teknik dzikirullah, teknik
ini dilakukan dengan cara mengingat nikmat Allah dan atau menyebut
lafadz-lafadz Allah, bertahlil, bertahmid, bertasbih dan bertaqdist agar
tercipta ketenangan pada dirinya.
Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan firman Allah
dalam surat Al-Ra’du ayat 28, yaitu:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% Ìø.ÉÎ/ «!$# 3
wr& Ìò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ
Artinya:
“(Yaitu) oramg-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tentram dengan mengingat Allah . Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tentram.” (Q.S.Al-Ra’du: 28)[19]
D.
PERLAKUAN
TERHADAP USIA LANJUT MENURUT ISLAM
Agama Islam adalah agama yang sempurna, segala
sesuatunya diatur secara sistematis sehingga tidak memberatkan umat manusia.
Islam juga mengatur bagaimana sebaiknya memperlakukan para usia lanjut, Allah
berfirman :
*
4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4
$¨BÎ) £`tóè=ö7t x8yYÏã uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdxÏ. xsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& wur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJÌ2 ÇËÌÈ
Artinya:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ib bapakmu dengan
sebaik-baiknya.jika salah seorang di antara keduanya aau kedua-duanya sampai
brumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekli-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Q.S. Al-Israa’: 23)[20]
Manusia usia lanjut dalam penilaian terhadap banyak
orang adalah manusia yang sudah tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata
sudah menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah uzur ini berbagai penyakit
siap untuk menggerogti mereka. Dengan demikian, di usia lanjut ini terkadang
muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sis-sisa umur menunggu
datangnya kematian.
Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di
usia melewati setengah baya, arah peratian mengalami perubahan yang mendasar.
Bla sebelumya perhatian diarahkan pada kenikmatan materi dan duniawi, maka pada
peralihan ke usia tua ini, prhatian lebih tertuju pada upaya menemukan
ketenangan batin. Sejalan dengan perubahan itu, maka masalah-msalah yang
berkaitan dengan kehidupan akhirat mulai menarik perhatian mereka.[21]
Bila gejolak batin itu tak mampu dibatasi, maka akan
muncul gangguan kejiwaan seperti stress, putus asa maupun mengasingkan
diri dari pergaulan sebagai wujud dari rasa rendah diri (inferiority).
Dalam kasus-kasus seperti ini, umunya agama dapat difumgsikan dan diperankan
sebagai penyelamat. Sebab, melalui pengalaman pengajaran agama, manusia usia
lanjut merasa memperoleh tempa bergantung. Fenomena adanya para pejabat pensin
seperti ini sudah jamak terlhat di masyarakat akhir-akhir ini.
Tradisi keluarga Barat umumnya menilai penempatan
orag tua mereka ke panti jompo merupakan cerminan dari rasa kasih sayang anak
kepada orang tua. Sebaliknya, membiarkan orang tua berusia lanjut tetap berada
dilingkungan keluarga cenderung dianggap menelantarkannya.
Lain halnya konsep yang dianjurkan oleh Islam.
Perlakuan terhadap usia lanjut dianjurkan seteliti dan setelaten mungkin.
Perlakuan terhadp orang tua berusia lanjut dibebankan kepada anakanak mereka,
bukan kepada badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Perlakuan terhadap
orang tua menurut tuntutan Islam berawal dari rumah tangga. Allah menyebutkan
pemeliharaan secara khusus orang tua yang sudah lanjut usia dengan memerinahkan
kepada anak-anak mereka untuk memperlakukan kedua orang tua mereka dengan kasih
sayang.[22]
Sebagai pedoman dalam memberi perlakuan yang baik
kepada kedua orang tua, Allah menyatakan:
ö/ä3/§ ÞOn=÷ær& $yJÎ/ Îû ö/ä3ÅqàÿçR 4
bÎ) (#qçRqä3s? tûüÅsÎ=»|¹ ¼çm¯RÎ*sù tb%2 úüÎ/º¨rF|Ï9 #Yqàÿxî ÇËÎÈ
Artinya:
“Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya samapai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan jangan kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Q.S. Al-Israa’: 25)
Selanjutnya
Al-Qur’an melukiskan perlakuan terhadap orang tua:
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u/u #ZÉó|¹ ÇËÍÈ
Artinya:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayagan dan ucapkanlah ‘Wahai Tuhanku kasihilah mereka berdua,
sebagaimana mereka berdua telah mengasihiku dan mendidikku waktu kecil.”(Q.S. AlIsraa’: 24)
Sebagi
gambaran tentang hal itu adalah pernyataan Aisyah ra. tentang bagaimana perilaku
anak terhadap orang tua, adalah dialog Rsulullah SAW kepada seorang laki-laki.
Rasul bertanya: “Siapakah yang bersamamu? Orang itumenjawab: “Ayahku”.
Beliau berkata: “Jangan berjalan di depannya dan jangan duduk sebelum dia, jangan memanggilnya dengan namanya dan jangan
bebuat sesuatu yang menyebabkan orang lain memakinya.” (Toha Abdullah Al-Affi, 1987: 51)
Seanjutnya firman
Allah yang menyatakan:
“Kasihilah keduanya sebagaimana mereka mengasihiku di waktu kecil”[23]
Islam
mengajarkan bahwa dalam perkembangannya, manusia mengalami penurunan kemampuan
sejalan dengan pertambahan usia mereka.
`tBur çnöÏdJyèR çmó¡Åe6uZçR Îû È,ù=sø:$# (
xsùr& tbqè=É)÷èt ÇÏÑÈ
Artinya:
“Barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami
kembalikan dia kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka tidak memikirkannya.” (Q.S. Yasin: 68)
Dalam
Al-Qur’an dan terjemahannya dikemukakan, bahwa maksud kami kembalikan kepada
kejadiannya, yaitu dikembalikan kepada keadaan manusia ketika ia baru
dilahirkan, aitu lemah fisik dan kurang akal (Al-Qur’an dan terjemahannya,
1971: 731).[24]
Dari
penjelasan di atas tergambar bagaimana perlakuan terhadap manusia usai lanjut
menurut Islam. Manusia usia lanjut dipandang tak ubahnya seorang bayi yang
memerlukan pemeliharaan dan perawatan serta perhatian khusus dengan penu kasih
sayang. Perlakuan yang demikian itu tidak dapat diwakilkan kepada siapa
pun,melainkan menjadi tanggung jawab anak-anak mereka.
Penjelasan
ini menunjukkan bahwa perlakuan terhadap manusia usia lanjut menurut Islam
merupakan kewajiban agama, maka sangat tercela dan dipandang durhaka bila
seorang anak menempatkan orang tuanya ditempat penampungan atau panti jompo.
Alasan apa pun tak dapat diteima bagi perlakuan itu.[25]
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan materi di atas
tentang perkembangan jiwa keagamaan pada orang dewasa dan usia lanjut, penyusun
dapat menyimpulkan:
Dalam
bukunya Pengantar Psikologi Krimini Drs.
Gerson W. Bawengan, S.H. mengemukakan pembagian kebutuhan mausia berdasarkan
pembagian yang dikemukakan oleh J.P. Guilford sebagai brikut:
1.
Kebutuhan
indivdual
2.
Kebutuhan
sosial
3.
Kebutuhan
manusia akan agama
Akhir masa remaja ditandai dengan masa adolesen, namun
demikian ada juga yang memasukkan masa adolesen ini kepada masa dewasa.
Pada masa adolesen, seseorang mulai menginjak dewasa, sehingga memiliki
sifat yang pada umumnya adalah sebagai berikut:
6.
Menemukan pribadinya
7.
Menentukan cita-citanya
8.
Menggariskan jalan hidupnya
9.
Bertanggung jawab
10. Menghimpun norma-norma sendiri
Sejalan
dengan tingkat perkembngan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa
antara lain memliki ciri-ciri sebagai berikut:
9. Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang mantang, bukan sekedar
ikut-ikutan
10. Cenderung
bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku
11. Bersikap
positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan
12. Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga
sikap keberagamaan merupakan sikap realisasi dari sikap hidup
13. Bersikap
lebih terbuka dan wawasan lebih luas
14. Berskap
lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani
15. Sikap
keberagamaan cenderung megarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terlhat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya
16. Terlibat
adanya hubungan antara sikap keberagamaan antara kehidupan sosial, sehingga
perhatian terhadap kepeningan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang
Hurlock (1999) menyatakan bahwa usia lanjut lebih
cenderung pada hal-hal yang tidak menyenangkan dan hal ini dapat berimbas pada
beberapa aspek penurunan fisik atau psikis. Sehingga tidak sedikit orang usia
lanjut yang menjadi cerewet dan serba salah. Hal ini tergantung dari
masing-masing individu bagaimana dia megontrol dirinya dalam melewati masa
labil, masa dimana terdapat hal-hal yang tidak menyenangkan. Sehingga
dibutuhkan tawakal yang baik serta tingkat kontroldiri yang tinggi agar
individu tidak terjerumus pada hal-hal negatif yang membawa pada tekanan
mental.[26]
Secara garis besarnya, ciri-ciri keberagaman di usia
lanjut adalah:
7.
Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemanapan
8.
Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
9.
Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara
lebih sungguh-sungguh
10. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan
saling cinta akan sesama manusia, serta sifat-sifat luhur
11. Timbul rasa takut kepada kematian meningkat sejalan
dengan pertambahan usia lanjut
12. Perasaan takut terhadap kematian ini berdampak
kepada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya
kehidupan abadi akhirat
Manusia usia lanjut dalam penilaian terhadap banyak
orang adalah manusia yang sudah tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata
sudah menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah uzur ini berbagai penyakit
siap untuk menggerogti mereka. Dengan demikian, di usia lanjut ini terkadang
muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sis-sisa umur menunggu
datangnya kematian.
Dari
penjelasan di atas tergambar bagaimana perlakuan terhadap manusia usai lanjut
menurut Islam. Manusia usia lanjut dipandang tak ubahnya seorang bayi yang
memerlukan pemeliharaan dan perawatan serta perhatian khusus dengan penu kasih
sayang. Perlakuan yang demikian itu tidak dapat diwakilkan kepada siapa pun,melainkan
menjadi tanggung jawab anak-anak mereka.
Penjelasan ini
menunjukkan bahwa perlakuan terhadap manusia usia lanjut menurut Islam
merupakan kewajiban agama, maka sangat tercela dan dipandang durhaka bila
seorang anak menempatkan orang tuanya ditempat penampungan atau panti jompo.
Alasan apa pun tak dapat diteima bagi perlakuan itu.
[1] Prof.
Dr. Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2012, hal. 86-87.
[2] Ibid.,
hal. 87-88.
[3] Ibid.,
hal. 88-90.
[4] Ibid.,
hal. 96-97.
[5] Ibid.,
hal. 98-99.
[6] Ibid.,
[7] Ibid.,
hal. 100-101.
[8] Ibid.,
hal. 101-103.
[9] Ibid.,
[10] Prof.
Dr. Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Radar Jaya, 2009, hal. 104.
[11] Prof.
Dr. Jalaluddin, Op. Cit., Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, hal. 106.
[12] Dr.
Baharudin, dkk., Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, Malang:
UIN-Malang Press, 2008, hal. 151.
[13] Prof.
Dr. Jalaluddin, Op. Cit., Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, hal. 107.
[14] Ibid.,
hal. 107-109.
[15] Dr.
Baharudin, dkk., Op. Cit., Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, Malang:
UIN-Malang Press, 2008, hal. 153-154.
[16] Prof.
Dr. Jalaluddin, Op. Cit., Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, hal. 109.
[17] Dr.
Baharudin, dkk., Op. Cit., Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, Malang:
UIN-Malang Press, 2008, hal. 161-162.
[18] Prof.
Dr. Jalaluddin, Op. Cit., Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, hal.
113-114.
[19] Dr.
Baharudin, dkk., Op. Cit., Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, Malang:
UIN-Malang Press, 2008, hal. 163-164.
[20] Ibid.,
hal. 165.
[21] Prof.
Dr. Jalaluddin, Op. Cit., Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, hal.
114-115.
[22] Ibid.,
hal. 117-118.
[23] Ibid.,
hal. 118-119.
[24] Ibid.,
hal. 120.
[25] Ibid.,
hal. 121.
[26] Dr.
Baharudin, dkk., Op. Cit., Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, Malang:
UIN-Malang Press, 2008, hal. 161-162.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, dkk, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam. Malang:
UIN
Malang Press, 2008.
Jalaluddin, Psikologi
Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Ramayulis, Psikologi
Agama. Jakarta: Radar Jaya, 2009.
trimakasih sangat membantu dlm menyusun makalah :)
BalasHapusTerimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat. ��
HapusWahh... Sub materinya sama banget 😁
BalasHapusBisa ctl+A Ctrl+C ctrl+V dong 😂👍
Terimakasih atas kunjungannya kak 😇
HapusSemoga bisa bermanfaat. 🙏