MAKALAH FILSAFAT UMUM
HELLENISME
DISUSUN OLEH :
FEBRIAN
FRISTIANDA
1283021
TARBIYAH /
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
HELLENISME
1.Latar Belakang Kemunculan Hellenisme
Filsafat yunani klasik mencapai puncaknya dengan munculnya
Aristoteles. Setelah ia meninggal dunia, pemikiran filsafat yunani merosot.
Lima abad sepeninggal Aristoteles terjadi kekosongan sehingga tidak ada ahli
fikir yang menghasilkan buah pemikiran filsafatnya seperti Plato atau
Aristoteles, sampai munculnya filosof Plotinus (204-270).
Lima abad dari adanya kekosongan diatas diisi oleh
aliran-aliran besar. Pokok pemikiran filsafat dipusatkan pada cara hidup
manusia sehingga orang yang dikatakan bijaksana adalah orang yang mengatur
hidupnya menurut budinya. Cara untuk mengatur hidup inilah yang menjadi dasar
dari Epikurisme, Stoaisme, dan Skeptisisme.menurut sejarah filsafat, masa ini
sesudah Aristoteles disebut zaman Hellenisme.
Hellenisme ini adalah nama untuk kebudayaan, cita-cita dan
cara hidup orang Yunani seperti yang terdapat di Athena dizaman Pericles.
Hellenisme pada abad ke-4 SM diganti oleh kebudayaan Yunani, atau setiap usaha
yang menghidupkan kembali cita-cita Yunani zaman modern. Filsafat Yunani
dimulai pada pemerintahan Alexander Agung (356-23 SM) atau Iskandar Zulkarnain
Raja Macedonia. Pada zaman ini terjadi pergeseran pemikiran filsafat, dari
filsafat teoritis menjadi filsafat praktis.
Istilah Hellenisme
dalam istilah modern diambil dari bahasa Yunani kuno hellenizein yang
berarti “berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani” (to speak or make
Greek). Lama periode ini kurang lebih 300 tahun, yaitu mulai 323 SM (Masa
Alexander Agung atau Meninggalnya Aristoteles) hingga 20 SM (Berkembangnya
Agama Kristen atau zaman Philo)
Hellenisme ditandai dengan fakta bahwa perbatasan antara
berbagai negara dan kebudayaan menjadi hilang. Kebudayaan yang berbeda-beda
yang ada pada zaman ini melebur menjadi satu yang menampung gagasan-gagasan
agama, politik, dan ilmu pengetahuan. Secara umum, hellenisme juga ditandai
dengan keraguan agama, melarutnya kebudayaan, dan pesimisme.
Terdapat beberapa fenomena mengenai
hellenisme yaitu sebagai berikut :
1) Dalam
Konteks Agama
Ciri umum pembentukan agama baru sepanjang periode
Hellenisme adalah muatan ajaran mengenai bagaimana umat manusia dapat terlepas
dari kematian. Ajaran ini sering kali merupakan rahasia. Dengan menerima ajaran
dan menjalankan ritual-ritual tertentu, orang yang percaya dapat mengharapkan
keabadian jiwa dan kehidupan yang kekal. Suatu wawasan menyangkut hakikat
sejati alam semesta dapat menjadi sama pentingnya dengan upacara agama untuk
mendapatkan keselamatan.
2) Dalam
Konteks Filsafat
Filsafat bergerak semakin dekat ke arah ‘keselamatan’ dan
ketenangan. Filsafat juga harus membebaskan manusia dari pesimisme dan rasa
takut akan kematian. Dengan demikian batasan antara agama dan filsafat lambat
laun hilang.
Secara umum, filsafat Helenisme tidak begitu orisinal. Tidak
ada Plato baru atau Aristoteles baru yang muncul di panggung. Sebaliknya,
ketiga filsuf besar itu menjadi sumber ilham bagi sejumlah aliran filsafat yang
lainnya.
3) Dalam
Konteks Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan Helenistik pun terpengaruh oleh campuran
pengetahuan dari berbagai kebudayaan. Kota Alexandria memainkan peranan penting
di sini sebagai tempat pertemuan antara Timur dan Barat. Sementara Athena tetap
merupakan pusat filsafat yang masih menjalankan ajaran-ajaran filsafat Plato
dan Aristoteles, Alexandaria menjadi pusat ilmu pengetahuan. Dengan
perpustakaannya yang sangat besar, kota itu menjadi pusat matematika,
astronomi, biologi, dan ilmu pengobatan.
2.Aliran-Aliran Hellenisme
1) Epicurisme
Sebagai tokohnya Epicurus (341-271 SM), lahir di Samos dan
mendapatkan pendidikan di Athena. Ia mendapat pengaruh dari ajaran Demokritos
dan Aristhopos.
Pokok ajarannya adalah bagaimana agar manusia itu dalam
hidupnya bahagia. Epicurus mengemukakan bahwa agar manusia dalam hidupnya
bahagia terlebih dahulu harus memperoleh ketenangan jiwa. Jadi, apabila manusia
dapat menghilangkan rasa ketakutannya, niscaya manusia akan memperoleh
ketenangan jiwa, yang selanjutnya akan memperoleh kebahagiaan
Terdapat tiga ketakutan dalam diri manusia yaitu :
a. Agar
manusia tidak takut terhadap kemarahan dewa
b. Agar
manusia tidak takut terhadap kematian
c. Agar
manusia tidak takut terhadap nasib
Untuk mencapai kebahagiaan manusia harus menghilangkan rasa
ketakutan terhadap kemarahan dewa,kematian dan akan nasib.
2)
Stoaisme
Sebagai tokohnya adalah Zeno (366-264 SM) yang berasal dari
Citium, Cyprus. Ajarannya mempunyai persamaan dengan Epicurus.
Pokok
ajarannya adalah bagaimana manusia dalam hidupnya dapat bahagia. Untuk mencapai
kebahagiaan tersebut manusia harus harmoni terhadap dunia (alam) dan harmoni dengan
dirinya sendiri. Untuk mencapai harmoni dengan dunia (alam), manusia
terlebih dahulu harus harmoni dengan dirinya sendiri. Apabila manusia telah
dapat mencapai harmoni dengan dirinya sendiri. Maka kebahagiaan bukan lagi
sebagai tujuan hidup, tetapi dalam keadaan harmoni dengan dirinya sendiri,
itulah sesungguhnya manusia dalam keadaan apatheia, yaitu keadaan tanpa rasa
atau keadaan manusia dimana dirinya dapat menguasai segala perasaannya.
3)
Skeptisisme
Tokohnya adalah Pyrrhe (350-270 SM). Pokok ajarannya adalah
bagaimana cara manusia agar dapat hidup berbahagia. Syaratnya, manusia perlu
untuk tidak mengambil keputusan karena orang yang tidak pernah mengambil
keputusan itu disebut orang yang tidak pernah keliru. Dengan demikian, orang
yang bijaksana adalah orang yang selalu ragu-ragu, dengan ragu-ragu itu orang
akan tidak pernah keliru. Akhirnya orang tersebut dikatakan sebagai orang yang
tidak pernah mangambil keputusan, dan orang yang tidak pernah mengambil
keputusan itulah orang yang berbahagia.
4)
Neoplatonisme
Tokohnya adlah Plotinus dan Ammonius Saccas. Kurang lebih
lima abad sesudah Aristoteles meninggal dunia, muncul kembali filsafat Yunani
yang untuk terakhir kalinya. Munculnya kembali pemikiran filsafat yunani ini
bersamaan dengan munculnya agama Kristen (awal abad masehi).
Plotinus
(204-270) lahir di lykopolis, Mesir. Pemikiran filsafatnya dipengaruhi oleh
Plato, sedikit Aristoteles. Titik tolak pemikirannya adalah bahwa asas yang
menguasai segala sesuatu adalah satu. Tuhan dianggap sebagai kebaikan tertinggi
dan sekaligus menjadi tujuan semua kehendak. Demikian juga manusia sebagai
makhluk bukanlah sebagai ciptaan Tuhan, tetapi pancaran Tuhan. Karena zaman
Neoplatonisme ini diwarnai oleh agama, zaman ini disebutnya sebagai zaman
mistik .
3.
Para Filsuf pada Zaman Hellenistis
a. Epikuros: “Kenikmatan adalah Awal dan Akhir Hidup yang Bahagia”
Baginya, tujuan hidup ini adalah untuk mencapai kebahagiaan. Sesuatu dapat dianggap bahagia bila itu terkait dengan KENIKMATAN. Karena segala macam keutamaan hanya akan mempunyai arti sejauh membawa orang pada rasa nikmat.
Apa yang dimaksud rasa nikmat oleh Epikuros?
Kenikmatan, baginya, diartikan sebagai keadaan negatif; yaitu tidak adanya rasa sakit dan kegelisahan hidup. Kenikmatan ini tentunya mencakup kenikmatan indrawi dan batin/ketenangan jiwa (ataraxia). Dan epikuros memberikan prioritas pada kenikmatan yang terakhir.
Untuk mencapai ketenangan jiwa ini, Epikuros menganjurkan:
1. Agar orang menjauhkan diri dari kesibukan ber polis karena kegiatan ini berisiko tinggi terhadap ketenangan jiwa. Berkumpul dengan sahabat-sahabat karib dan membina hubungan dengannya jauh lebih menguntungkan dan membantu kita mencapai ketenangan jiwa.
2. Mengusahakan sikap ugahari dan menahan diri dalam memuaskan kenikmatan indrawi yang sementara. Atau dengan kata lain, orang harus pandai melakukan kalkulasi kenikmatan, dan juga rasa sakit, dengan berpatokan pada kenikmatan jangka panjang yang akan diraih dikemudian hari.
b. Zenon (333-262 SM) “Tujuan Terakhir Adalah Hidup Sesuai Dengan Alam”
Zenon adalah pendiri madzhab Stoa (Stoisisme) yang berseberangan pahamnya dengan Epikuras.
Bermula dari rasa takjubnya pada segala keteraturan dan keindahan dunia, seluruh fondasi filsafatnya dibangun.
Dalam keyakinannya, keteraturan dunia yang menakjubkan ini bukanlah suatu kebetulan belaka melainkan sesuai dengan rencana bijaksana dari logos. (logos: dalam ajaran Stoa miliki arti tidak hanya rasio manusia tapi juga rasio dunia yang kreatif yang sejajar dengan Allah, Zeus,) Ajaran ini selanjutnya disebut panteisme, yakni pandangan bahwa Allah dan Alam merupakan kenyataan yang satu dan sama.
Berdasarkan pandangan di atas, maka apa yang ditentukan oleh logos haruslah diusahakan dan diikuti oleh manusia.
Dalam konsep etikanya; “Manusia hendaknya mengikuti saja suratan takdir dan penentuan alam baginya. Dengan demikian, ia akan mencapai harmoni dengan alam yang akan membawanya kepada kebahagiaan (eudaimonia).
Jadi, hukum alam harus ditaati terlepas dari perasaan senang atau tidak, menguntungkan atau merugikan, mengenakkan atau menjengkelkan. Soalnya bagi Zenon, kebahagiaan terletak dalam tekad keras menjalankan kewajiban demi hukum alam yang objektif, bukan demi perasaan atau selera subjektif orang perorang.
c. Plotinus(204-270 SM): "Yang Esa"
Plotinus adalah filsuf pada puncak jaman Yunani Kuno yang merangkum dan mensintesakan dari berbagai aliran filosofis pada masanya, termasuk aliran pemikiran filsafat timur (persia dan India). Namun karena inspirasi utama filsafat Plotinus adalah pemikiran Plato, maka filsafatnya disebut
Baginya, tujuan hidup ini adalah untuk mencapai kebahagiaan. Sesuatu dapat dianggap bahagia bila itu terkait dengan KENIKMATAN. Karena segala macam keutamaan hanya akan mempunyai arti sejauh membawa orang pada rasa nikmat.
Apa yang dimaksud rasa nikmat oleh Epikuros?
Kenikmatan, baginya, diartikan sebagai keadaan negatif; yaitu tidak adanya rasa sakit dan kegelisahan hidup. Kenikmatan ini tentunya mencakup kenikmatan indrawi dan batin/ketenangan jiwa (ataraxia). Dan epikuros memberikan prioritas pada kenikmatan yang terakhir.
Untuk mencapai ketenangan jiwa ini, Epikuros menganjurkan:
1. Agar orang menjauhkan diri dari kesibukan ber polis karena kegiatan ini berisiko tinggi terhadap ketenangan jiwa. Berkumpul dengan sahabat-sahabat karib dan membina hubungan dengannya jauh lebih menguntungkan dan membantu kita mencapai ketenangan jiwa.
2. Mengusahakan sikap ugahari dan menahan diri dalam memuaskan kenikmatan indrawi yang sementara. Atau dengan kata lain, orang harus pandai melakukan kalkulasi kenikmatan, dan juga rasa sakit, dengan berpatokan pada kenikmatan jangka panjang yang akan diraih dikemudian hari.
b. Zenon (333-262 SM) “Tujuan Terakhir Adalah Hidup Sesuai Dengan Alam”
Zenon adalah pendiri madzhab Stoa (Stoisisme) yang berseberangan pahamnya dengan Epikuras.
Bermula dari rasa takjubnya pada segala keteraturan dan keindahan dunia, seluruh fondasi filsafatnya dibangun.
Dalam keyakinannya, keteraturan dunia yang menakjubkan ini bukanlah suatu kebetulan belaka melainkan sesuai dengan rencana bijaksana dari logos. (logos: dalam ajaran Stoa miliki arti tidak hanya rasio manusia tapi juga rasio dunia yang kreatif yang sejajar dengan Allah, Zeus,) Ajaran ini selanjutnya disebut panteisme, yakni pandangan bahwa Allah dan Alam merupakan kenyataan yang satu dan sama.
Berdasarkan pandangan di atas, maka apa yang ditentukan oleh logos haruslah diusahakan dan diikuti oleh manusia.
Dalam konsep etikanya; “Manusia hendaknya mengikuti saja suratan takdir dan penentuan alam baginya. Dengan demikian, ia akan mencapai harmoni dengan alam yang akan membawanya kepada kebahagiaan (eudaimonia).
Jadi, hukum alam harus ditaati terlepas dari perasaan senang atau tidak, menguntungkan atau merugikan, mengenakkan atau menjengkelkan. Soalnya bagi Zenon, kebahagiaan terletak dalam tekad keras menjalankan kewajiban demi hukum alam yang objektif, bukan demi perasaan atau selera subjektif orang perorang.
c. Plotinus(204-270 SM): "Yang Esa"
Plotinus adalah filsuf pada puncak jaman Yunani Kuno yang merangkum dan mensintesakan dari berbagai aliran filosofis pada masanya, termasuk aliran pemikiran filsafat timur (persia dan India). Namun karena inspirasi utama filsafat Plotinus adalah pemikiran Plato, maka filsafatnya disebut
NEO-PLATONISME.
Pada pokoknya, seluruh sistem filsafat Plotinus berpusat pada Yang Esa (to hen atau the one), yang terkadang juga ia sebut sebagai Yang Baik.
YANG ESA dalam pandangan Plotinus adalah kenyataan atau realitas negatif. Yaitu, Yang Esa tidak dapat dibicarakan, tidak dapat dipikirkan, dan tidak dapat diidentifikasikan. Ia bukan sesuatu dan bukan roh. Yang Esa yang Yang Esa. Tanpa atribut apapun.
Menurut Plotinus, Semua yang ada berasal dari dan menuju kepada Yang Esa. Ia adalah dan tujuan segala sesuatu. Dalam menjelaskan proses berasal dan menuju kepada Yang Esa ini, Plotinus menggunakan konsep Emanasi pelimpahan).
Mengenai Emanasi ini, Muhammad Hatta melukiskan demikian:
Pada pokoknya, seluruh sistem filsafat Plotinus berpusat pada Yang Esa (to hen atau the one), yang terkadang juga ia sebut sebagai Yang Baik.
YANG ESA dalam pandangan Plotinus adalah kenyataan atau realitas negatif. Yaitu, Yang Esa tidak dapat dibicarakan, tidak dapat dipikirkan, dan tidak dapat diidentifikasikan. Ia bukan sesuatu dan bukan roh. Yang Esa yang Yang Esa. Tanpa atribut apapun.
Menurut Plotinus, Semua yang ada berasal dari dan menuju kepada Yang Esa. Ia adalah dan tujuan segala sesuatu. Dalam menjelaskan proses berasal dan menuju kepada Yang Esa ini, Plotinus menggunakan konsep Emanasi pelimpahan).
Mengenai Emanasi ini, Muhammad Hatta melukiskan demikian:
Yang Esa (The One) itu adalah sumber
semuanya, tetapi tidak mengandung di dalamnya satu pun dari barang yang banyak
(makhluk). Dasar yang banyak tidak mungkin yang banyak itu sendiri, dasar yang
banyak adalah Yang Esa. Di dalam Yang Esa itu yang banyak belum ada, sebab di
dalam-Nya yang banyak itu tidak ada, tetapi yang banyak itu datang dari Dia.
Karena Yang Esa itu sempurna, tidak memerlukan apa-apa, tidak memiliki apa-apa,
maka beremanasilah dari Dia yang banyak itu. Di dalam filsafat klasik Yang Asal
itu dikatakan sebagai Yang Bekerja atau sebagai Penggerak Pertama. Di situ
selalu dikemukakan dua hal yang berlawanan, seperti yang bekerja dan yang
dikerjakan, idea dan benda, pencipta dan ciptaan. Penggerak Pertama itu berada
di luar alam nyata, sifatnya transendens.
Sementara yang berkaitan dengan
konsep emanasinya Plotinus, Hatta menjelaskan lebih lanjut:
... Tidak ada (dua hal) yang
bertentangan. Padanya alam ini terjadi dari Yang Melimpah, yang itu tetap
menjadi bagian dari Yang Melimpah itu. Bukan Tuhan berada di dalam alam,
melainkan alam berada di dalam Tuhan. Hubungannya sama dengan hubungan benda
dengan bayangannya. Makin jauh yang mengalir itu dari Yang Asal, makin tidak
sempurna ia. Alam ini bayangan Yang Asal, tetapi tidak sempurna, tidak lengkap,
tidak cukup, tidak sama dengan Yang Asal. Kesempurnaan bayangan itu bertingkat
menurut jaraknya dari Yang Asal. Sama dengan cahaya, semakin jauh dari sumber
cahaya, semakin kurang terangnya.
4.Ciri-ciri Fase Hellenisme-Romawi
Meskipun keseluruhan masa Hellenisme Romawi mempunyai
corak yang sama, namun apabila mengingat perkembangannya, maka dapat dibagi
menjadi tiga masa, dimana tiap-tiap masa mempunyai corak tersendiri.
Masa
pertama, masa pertama dimulai dari empat abad sebelum masehi sampai pertengahan
abad pertama sebelum masehi. Aliran-aliran yang terdapat didalamnya ialah:
- Aliran Stoa (ar-Riwaqiyyah)
dengan Zeno sebagai pendirinya. Ia mengajarkan agar manusia jangan sampai
bisa digerakkan oleh kegembiraan atau kesedihan (jadi tahan diri dalam
menghadapinya) dan menyerahkan diri tanpa syarat kepada suatu keharusan
yang tidak bisa ditolak dan yang menguasai segala sesuatu.
- Aliran Epicure, dengan Epicurus
sebagai pendirinya. Aliran ini mengajarkan bahwa kebahagiaan manusia
merupakan tujuan utama.
- Aliran Skeptis (ragu-ragu) yang
meliputi “aliran Phyro” dan “aliran akademi Baru” aliran skeptis
mengajarkan bahwa untuk sampai kepada kebenaran, kita harus percaya dulu
bahwa segala sesuatu itu tidak benar, kecuali sesudah dapat dibuktikan
kebenarannya. Ajaran lain ialah bahwa pengetahuan manusia tidak akan
sampai kepada kebenaran, atau dengan perkataan lain mengingkari kebenaran
mutlak (obyektif).
- Aliran elektika-pertama (aliran
seleksi).
Masa
kedua ini dimulai dari pertengahan abad pertama sebelum masehi sampai
pertengahan abad ketiga masehi. Corak pemikiran pada masa ini ialah seleksi dan
penggabungan, yaitu memilih beberapa pikiran filsafat kuno dan menggabungkan
pikiran-pikiran itu satu sama lain, atau menggabungkan pikiran-pikiran itu di
satu pihak dengan ketentuan agama dan tasawuf timur di lain pihak. Masa ini
terkenal dengan adanya ulasan ilmiah terhadap kerja-kerja filosof-filosof
Yunani. Aliran yang terdapat pada masa ini ialah; 1) aliran peripatetic
terakhir, 2) aliran Stoa baru; 3) aliran epicure baru; 4) aliran Pythagoras,
dan 5) aliran filsafat Yahudi dan Plato.
Filsafat
Hellenisme Yahudi ialah suatu pemikiran filsafat, di mana filsafat Yahudi
dipertemukan dengan kepercayaan Yahudi, dengan jalan penggabungan atau
mendekatkan salah satunya kepada lain, atau membuat susunan baru yang
mengandung kedua unsur tersebut.
Masa
ketiga ini dimulai dari abad ketiga Masehi sampai pertengahan abad keenam
masehi di Bizantium dan Roma, atau sampai pertengahan abad ketujuh atau
kedelapan di Iskandariah dan Timur dekat (Asia Kecil). Pada masa ketiga ini
kita mengenal aliran-aliran 1) Neo platonisme; 2) iskandariah; 3) filsafat di
asia kecil, yang terdapat di antiochia, harran, ar ruha dan nissibis.
Aliran-aliran ini merupakan kegiatan terakhir menjelang timbulnya ‘aliran
Bagdad” yaitu aliran filsafat Islam.
Aliran
iskandariah mempunyai corak tersendiri yang lain dari aliran Neo Platonisme,
meskipun kedua aliran tersebut memberikan ulasan-ulasan terhadapnya. Perhatian
aliran Iskandariah lebih banyak ditujukan kepada lapangan eksakta, seperti
matematika, fisika, dari pada kepada lapangan metafisika, bahkan dengan
berlalunya masa maka soal-soal metafisika ditinggalkan sama sekali.
Tokoh-tokoh
aliran Iskandariah ialah; Hermias, Stepanus, dan Yoannes Philoponos.
Diantara
aliran-aliran filsafat dari masa ketiga, Neo Platonisme lah yang terpenting dan
yang paling banyak pengaruhnya terhadap filsafat Islam.
Aliran
neo platonisme merupakan rangkaian terakhir atau rangkaian sebelum terakhir
dari fase Hellenisme Romawi, yaitu fase mengulang yang lama dan bukan fase
mencipta yang baru. Neo Platonisme ini juga masih berkisar pada filsafat
Yunani, tasawuf timur dan memilih dari sana sini, kemudian digabungkannya.
Karena itu di dalamnya terdapat ciri-ciri filsafat Yunani yang kadang-kadang
bertentangan dengan agama-agama langit, yaitu agama Yahudi dan agama Masehi,
karena dasar filsafat tersebut ialah kepercayaan rakyat yang mempercayai sumber
kekuasaan yang banyak. Karena sistem pilihan ini pula, mempercayai sumber
kekuasaan yang banyak. Karena sistem pilihan ini pula, maka di dalam Neo
Platonisme merupakan rangkaian terakhir atau rangkaian sebelum terakhir dari
fase Hellensime Romawi, yaitu fase mengulang yang lama dan bukan fase mencipta
yang baru. Neo Platonisme ini juga masih berkisar pada filsafat Yunani, tasawuf
timur dan memilih dari sana sini, kemudian digabungkannya. Karena itu
didalamnya terdapat ciri-ciri filsafat Yunani yang kadang-kadang bertentangan
dengan agama-agama langit, yaitu agama Yahudi dan agama masehi, karena dasar
filsafat tersebut ialah kepercayaan rakyat yang mempercayai sumber kekuasaan
yang banyak. Karena sistem pilihan ini pula, maka didalam Neo Platonisme
terdapat unsur-unsur Platonisme, Pythagoras, Aristoteles, Stoa dan tasawuf
timur. Jadi Neo Platonisme mengandung unsur-unsur kemanusiaan (hasil usaha
pemikiran manusia), keagamaan dan keberhalaan (bukan agama langit).
Neo
Platonisme yang meliputi unsur-unsur ini semua datang kepada kaum muslimin
dengan melalui aliran Masehi di Timur Dekat, tetapi dengan sampul lain, yaitu
tasawuf Timur dan pengakuan akan keesaan Tuhan, zat “Yang pertama’, dengan
ketungalan yang sebenar-benarnya. Karenanya, mereka tertarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar